Keynote
Speech Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi Pada Seminar “New ways to Empower Indonesia With Internet and ICT’s” Jakarta, 26 August 2003 |
Assalaamu’alaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh,
Para hadirin yang saya hormati, Melalui handbook “secure and sustainable telecenter” tersebut diperoleh berbagai informasi tentang panduan bagaimana mendayagunakan wartel dan warnet sebagai telecenter. Hal ini sangat menarik mengingat sesuai dengan kultur dan kondisi geografis Indonesia yang sangat sulit untuk menyediakan layanan telekomunikasi secara individual. Konsep penyebaran informasi mutlak dilaksanakan mengingat salah satu indicator kemajuan suatu bangsa terkait erat dengan seberapa besar konsumsi informasi dari masyarakatnya.
Berbicara mengenai Telecenter sebagaimana yang diuraikan dalam handbook tersebut, saya teringat dengan gagasan mengenai “Global Village” yang disampaikan oleh Marshal McLuhan pada era 1960-an dimana pada saat itu diyakini bahwa televisi dan teknologi telekomunikasi dapat merubah dunia menjadi “satu global villages” dimana batas-batas suatu Negara menjadi kabur. Sampai sekarang masih dapat dirasakan makna global village tersebut terutama melalui perkembangan jaringan mass media dan telekomunikasi dimana pada saat bersamaan orang-orang dapat mengetahui dan saling berkomunikasi tentang berbagai kejadian dari belahan dunia lainnya. Perkembangan dunia informasi terus berlanjut dengan hadirnya teknologi-teknologi baru dan konvergensi dari layanan mass media dan telekomunikasi yang secara cepat memasyarakat. Dalam kurun tujuh tahun terakhir, gelombang internet sebagai perpaduan kemajuan teknologi informasi berkembang begitu cepat dengan memanfaatkan teknologi TCP/IP. Internet ternyata dapat mendukung penyaluran informasi dalam kapasitas besar dalam berbagai bentuk text, suara maupun multimedia. Dengan jaringan Internet tersebut, masyarakat dapat melakukan berbagai aktivitas yang pada akhirnya menciptakan suatu paradigma baru dalam berkomunikasi yang berimplikasi pada lingkup ekonomi, sosial budaya, politik, teknologi dan sebagainya. Kondisi perkembangan internet ternyata juga dapat menjadi salah satu sarana baru untuk meningkatkan daya saing (empower) masyarakat di Indonesia. Para hadirin yang saya hormati, Perkembangan teknologi ternyata tidak bersifat substitusi atau saling menggantikan namun lebih bersifat komplimentari atau saling melengkapi. Perkembangan teknologi mass media dan telekomunikasi konvensional ternyata masih tetap dibutuhkan walaupun telah hadir teknologi baru dalam bentuk internet. Hal ini diperlukan karena sejalan dengan tingkat pendidikan dan kemampuan masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, upaya untuk terus memajukan teknologi telekomunikasi konvensional dan mass media masih diperlukan. Hal ini karena kebutuhan dasar untuk telekomunikasi dan akses informasi bagi seluruh masyarakat belum terpenuhi semuanya. Masih banyak masyarakat yang belum mendapatkan akses telekomunikasi baik di wilayah perkotaan maupun di wilayah pedesaan yang sama sekali belum dijangkau oleh fasilitas telekomunikasi. Permasalahan semakin berat apabila semakin besar diversity yang terjadi dimana Internet sebagai sarana menuju sumber informasi baru dapat dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat sehingga timbullah kondisi yang disebut sebagai the Digital Divide. Dalam artian sederhana, the "digital divide" adalah gap atau ketimpangan informasi antara masyarakat yang dapat mengakses informasi (information haves) dan masyarakat yang belum dapat mengakses informasi (information have-nots). Hadirin yang saya hormati, Oleh karena itu, topik yang menjadi perhatian seminar hari ini “New ways to Empower Indonesia With Internet and ICT’s” dimana telecenter menjadi metoda untuk meningkatkan penyebaran komunikasi dan layanan teknologi informasi bagi masyarakat merupakan topic yang sangat relevan dengan kondisi di Indonesia. Telecenter sebagai fasilitas public yang menawarkan akses bersama atau share terhadap informasi merupakan target kebijakan pemerintah yang bersifat prioritas untuk menjembatani kesenjangan informasi dimasyarakat. Telecenter diharapkan dapat menjadi model point of shared access dimana masyarakat dapat menggunakan fasilitas yang disediakan secara bersama-sama agar tingkat penyebaran dapat lebih cepat dicapai. Hadirin yang saya hormati, Pembangunan sarana telekomunikasi di Indonesia dewasa ini masih jauh dari cukup bila dibandingkan dengan jumlah penduduk dan luas wilayah Negara RI. Penetrasi telekomunikasi atau teledensity baru mencapai 3 % dan umumnya berada pada wilayah perkotaan. Saat ini terdapat 43.022 desa belum terjangkau oleh akses teleponi. Namun disadari bahwa untuk mewujudkan pembangunan telekomunikasi tersebut dibutuhkan dana yang sangat besar. Undang-undang nomor 36 Tahun 199 tentang Telekomunikasi yang merupakan landasan baru bagi pembangunan telekomunikasi nasional sudah mengamanatkan semangat anti monopoli dengan semakin melibatkan sektor swasta untuk berinvestasi. Penghapusan monopoli menstimulasi terjadinya persaingan dibidang pembangunan infrastruktur telekomunikasi. Kondisi persaingan mendorong penyelenggara telekomunikasi untuk berupaya memaksimalkan kemampuan yang dimiliki untuk merebut pasar karena pasarlah sebagai penentu keberlangsungan penyelenggara. Strategi penyelenggara telekomunikasi di dalam menghadapi kompetisi dan menghindari resiko investasi dapat diamati dari kondisi di lapangan yang menunjukkan bahwa pelayanan para penyelenggara hanya diarahkan ke wilayah-wilayah yang memiliki potensi pengembalian investasi secara cepat (marketable). Hal ini tentunya dapat menimbulkan pemasalahan tersendiri apabila tidak diantisipasi. Melalui berbagai instrument regulasi, pemerintah telah berusaha untuk mendorong penyebaran pembangunan dengan menetapkan target-target tertentu dan mensyaratkan adanya suatu komitment pembangunan yang melekat dengan izin yang diajukan oleh penyelenggara telekomunikasi. Selain itu dengan diundangkannya UU nomor 36 tahun 1999 Pemerintah juga akan mendorong pembangunan di daerah-daerah yang tidak menarik secara komersial (non-marketable) melalui kebijakan pembangunan universal akses atau disebut dengan universal service obligation (USO). Hadirin yang saya hormati, Pemerintah saat ini telah merencanakan dan sedang melaksanakan program USO tersebut, yaitu dengan menyiapkan suatu dana tertentu sebagai trigger untuk membangun sarana telekomunikasi di wilayah-wilayah universal akses. Tentunya program ini dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan ketersediaan dana dan prioritas. Sebagai tahap awal, Pemerintah merencanakan akan membangun satuan sambungan telepon (SST) di setiap kecamatan dan kelurahan. Dari pembangunan 1 SST disetiap desa, Pemerintah mengharapkan fasilitas tersebut dapat dikembangkan menjadi community telecenter yang dapat meningkatkan daya saing daerah tersebut dan menjadi sentral kegiatan masyarakat yang dapat mendukung perekonomian dan usaha kecil menengah. Untuk tahap selanjutnya, pemerintah juga akan memaksimalkan dana yang tersedia dalam bentuk peningkatan layanan public (public services) seperti sekolah, rumah sakit, dan fasilitas pemerintah lainnya tidak semata-mata untuk pembangunan sarana basic telephony. Layanan-layanan tersebut diharapkan dapat dimanfaatkan kearah aplikasi yang lebih luas seperti layanan e-government dan e-commerce. Hadirin yang saya hormati, Melalui
seminar ini Pemerintah mengharapkan dapat memperoleh masukan untuk kemajuan
sektor tekekomunikasi khususnya terhadap pengembangan telecenter dan
pembangunan untuk mendukung komunikasi di wilayah-wilayah pedesaan.
Pada kesempatan ini pula saya menyampaikan terima kasih dan penghargaan
yang sebesar-besarnya kepada penyelenggara yang telah memungkinkan terselenggaranya
seminar yang sangat penting ini. Wassalaamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
ttd |
|