PENGUMUMAN

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

TENTANG

PELAKSANAAN RESTRUKTURISASI SEKTOR TELEKOMUNIKASI

                                                                                                                                                                     

 

Nomor : PM.2 TAHUN 2004

 

Untuk melaksanakan pengakhiran semua bentuk monopoli dalam penyelenggaraan telekomunikasi di Indonesia yang diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, telah diputuskan oleh Pemerintah melalui sidang kabinet terbatas tanggal 20 Nopember 2003 untuk mengakhiri hak eksklusifitas PT.Telkom dan PT.Indosat dengan besaran kompensasi sesuai hasil perhitungan Appraiser Independen. Untuk mendukung kebijakan tersebut, Departemen Perhubungan berdasarkan rekomendasi Tim Terpadu Restrukturisasi Sektor Telekomunikasi (TRST) telah menyediakan seluruh perangkat regulasi pendukung.

 

Beberapa hal yang perlu disampaikan dalam pengumuman ini, adalah sebagai berikut:

 

  1. Kompensasi terminasi dini hak eksklusifitas

Perhitungan kompensasi telah selesai dilaksanakan oleh Appraiser Independen yang penunjukannya disetujui oleh pihak terkait (Tim TRST, PT.Telkom dan PT.Indosat) dan hasilnya mengikat. Selanjutnya besaran kompensasi terminasi dini hak eksklusifitas telah disetujui dalam sidang kabinet terbatas tanggal 20 Nopember 2003 yang menyebutkan bahwa Pemerintah membayar kepada PT.Telkom (termasuk Mitra KSO) sebesar Rp.478 Milyar setelah pajak dan PT.Indosat membayar kepada Pemerintah sebesar Rp.178 Milyar setelah pajak. Pembayaran kompensasi kepada PT.Telkom dibayar secara bertahap dari dana “on top” (diatas pagu alokasi) APBN Departemen Perhubungan, dengan mekanisme pembayarannya mengikuti pelanggaran APBN (melalui proses pembahasan dengan DPR yang diusulkan oleh Menteri Perhubungan).

 

Sedangkan pembayaran kompensasi PT.Indosat lebih lanjut diselesaikan Pemerintah yang dikoordinasikan Menteri Negara BUMN.

  1. Regulasi Pendukung

Berkenaan dengan restrukturisasi sektor telekomunikasi tersebut Pemerintah c.q. Departemen Perhubungan menerbitkan regulasi pendukung:

    1. Perubahan regulasi yang membatasi kompetisi

1)      Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.4 Tahun 2001 tentang Penetapan Rencana Dasar Teknis Nasional 2000 (Fundamental Technical Plan national 2000) Pembangunan Telekomunikasi Nasional, yang intinya sebagai berikut :

a)      Kode akses SLJJ dan SLI merupakan penciri jaringan sekaligus penciri jasa teleponi dasar. Seluruh penyelenggara jasa SLJJ dan SLI menggunakan kode akses (prefix) 3 (tiga) digit untuk seluruh wilayah Indonesia;

b)      Setiap pelanggan dapat secara bebas (free selection) memilih penyelenggara jasa SLJJ dan SLI yang diinginkan secara otomatis (normally opened), untuk setiap panggilan yang dilakukannya.

 

2)      Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.29 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.20 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi dan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.30 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.21 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi, yang berisi:

a)      Penyelenggara jaringan telekomunikasi tetap SLJJ dan SLI dapat menyelenggarakan jasa teleponi dasar SLJJ dan SLI;

b)      Selanjutnya penyelenggara SLJJ dan SLI berhak menetapkan tarif ritail ke pelanggan dan melaksanakan pelayanan pelanggannya.

 

3)      Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.31 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.23 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Internet Teleponi untuk Keperluan Publik, yang intinya melakukan penyelarasan terhadap kode akses penyelenggaraan ITKP.

 

    1. Pengaturan interkoneksi

Pengaturan interkoneksi merupakan regulasi yang paling penting dalam keberlangsungan kompetisi. Pemerintah bersama dengan para operator telah menyepakati beberapa hal yang dituangkan dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.32 Tahun 2004 tentang Biaya Interkoneksi Penyelenggaraan Telekomunikasi, yang intinya :

1)      Beban interkoneksi berdasarkan biaya berlaku mulai 1 Januari 2005;

2)      Sampai 31 Desember 2004 berlaku biaya interkoneksi sekarang;

3)      Dalam kurun waktu 1 Januari 2005 sampai 31 Desember 2004 dilakukan persiapan penyesuaian pengaturan interkoneksi dengan bantuan konsultan yang meliputi : besaran biaya interkoneksi, cost accounting standard, reference interconnection offer (RIO), dan dispute resolution interkoneksi.

    1. Pengawasan kompetisi

Dalam rangka menciptakan keserasian dalam penyelenggaraan telekomunikasi tetap dan mengamankan jalannya kompetisi agar berjalan baik, diterbitkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.33 Tahun 2004 tentang Pengawasan Kompetisi Yang Sehat Dalam Penyelenggaraan Jaringan Tetap dan Penyelenggaraan Jasa Teleponi Dasar, yang meliputi:

1)      Penetapan kriteria penyelenggara yang memiliki posisi dominan;

2)      Larangan menyalahgunakan posisi sebagai penyelenggara dominan (dumping, subsidi silang, pemblokiran, mempersulit interkoneksi, jual-kawin/tied-sale);

3)      Penyelenggara dominan dilarang melakukan transfer pricing yang anti kompetitif.

 

  1. Kelembagaan

Untuk menjalankan fungsi pengaturan, pengawasan dan pengendalian Departemen Perhubungan telah melimpahkan sebagian kewenangannya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Telah dilaksanakan beberapa langkah sebagai berikut :

    1. Pembentukan BRTI melalui Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.31 Tahun 2003 pada tanggal 11 Juli 2003 terdiri dari Ditjen Postel dan Komite Regulasi Telekomunikasi yang diketuai oleh Dirjen Postel;
    2. Pengukuhan anggota Komite Regulasi Telekomunikasi pada tanggal 19 Desember 2003 yang mulai efektif berlaku pada bulan Januari 2004;
    3. Penetapan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.67 Tahun 2003 tentang Hubungan Tata Kerja Departemen Perhubungan dengan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), yang intinya mengatur tata- hubungan kerja antara Departemen Perhubungan dengan BRTI dan Dirjen Postel.

 

  1. Sarana Pendukung regulator
    1. Untuk perkuatan regulator dalam menjalankan fungsinya, dibentuk Sistem Kliring Trafik Telekomunikasi (SKTT) yang keberadaannya telah dibahas bersama dengan penyelenggara telekomunikasi, dimaksudkan sebagai tool utama dalam penanganan seluruh persoalan interkoneksi;
    2. Melalui SKTT, Regulator mendapat data akurat mengenai profil trafik interkoneksi antar penyelenggara dan dapat melakukan perhitungan trafik interkoneksi sehingga menjamin transparansi pembebanan biaya;
    3. Kewenangan dan tanggung jawab fungsional pengaturan, pengawasan dan pengendalian SKTT sepenuhnya di bawah kendali Regulator;
    4. Dibentuk komite pengawasan operasional pelaksana SKTT yang beranggotakan unsur-unsur Regulator dan operator;
    5. Investasi dan pengoperasian SKTT dilakukan dengan cara out-sourcing yang dituangkan dalam kontrak kerjasama;
    6. Pemilihan pelaksana SKTT dilaksanakan melalui seleksi secara terbuka.

 

  1. Rebalancing Tarif
    1. Dalam rangka terselenggaranya kompetisi yang sehat dan sebagai prasyarat untuk memasuki era kompetisi yang sehat dan sebagai prasyarat untuk memasuki era kompetisi penuh, perlu meniadakan subsidi silang dari tarif SLJJ ke tarif lokal melalui rebalancing tarif. Rebalancing Tarif ini juga diperlukan sebagai dasar penerapan interkoneksi berbasis biaya pada 1 Januari 2005;
    2. Penyelenggara dapat melanjutkan penyeimbangan tarif dengan besaran maksimum sesuai kesepakatan dengan DPR pada tahun 2002. Untuk itu sesuai dengan perhitungan BRTI penyelenggara dapat melakukan penyeimbangan pada tahun 2004 dengan resultante penyeimbangan (Delta P) sebesar 9% (sembilan persen). Berdasarkan variabel penyeimbangan seperti tersebut diatas, maka penyelenggara diwajibkan untuk membangun jaringan lokal sekurang-kurangnya 1,4 juta SST pada tahun 2004, sampai dengan 10,7 juta SST pada tahun 2008;
    3. Dalam penyeimbangan tersebut penyelenggara diberikan kebebasan untuk menentukan tarif lokal dan biaya bulanan sesuai dengan mekanisme pasar, dengan intensitas penurunan tarif SLJJ minimum 10% (sepuluh persen);
    4. Sejalan dengan penyeimbangan tarif, Pemerintah mewajibkan kepada penyelenggara untuk memberlakukan tarif khusus bagi layanan telekomunikasi di daerah KPU, bagi penggunaan internet lokal dial-up, dan bagi layanan telepon umum koin;
    5. Dalam rangka mendukung aksesibilitas informasi masyarakat melalui akses internet, disiapkan pengaturan yang memberikan alternatif selain melalui akses jaringan telpon dengan pemanfaatan band frekuensi 2,4 GHz.

 

  1. Kewajiban Pelayanan Universal (KPU/USO)

Sebagai konsekuensi pemberlakuan kompetisi menyeluruh, para penyelenggara telekomunikasi melayani suatu daerah berdasarkan mekanisme pasar. Untuk daerah yang belum terlayani merupakan tanggung jawab Pemerintah. Untuk itu diterbitkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 43 Tahun 2004 tentang Kewajiban Pelayanan Universal, yang intinya mengatur mengenai:

    1. Pembangunan Kewajiban Pelayanan Universal (KPU) yang merupakan hak masyarakat terutama di daerah perintisan (daerah KPU/USO) yang tidak disentuh oleh penyelenggara telekomunikasi karena pertimbangan komersial;
    2. Dana pembangunan KPU bersumber dari kontribusi penyelenggara sebesar 0,75% dari pendapatan kotor dengan memperhatikan bad debt dan beban interkoneksi;
    3. Pemerintah akan menetapkan penyelenggara jaringan telekomunikasi atau penyelenggara jasa telekomunikasi untuk pelaksanaan USO.

 

  1. Fixed Wireless Access (FWA)
    1. FWA termasuk dalam penyelenggaraan jaringan tetap lokal;
    2. Penyelenggara telekomunikasi tetap lokal dapat menggunakan teknologi FWA di jaringannya;
    3. Teknologi FWA memiliki mobilitas terbatas yang dioperasikan atas dasar izin penyelenggaraan jaringan tetap lokal dengan tidak memiliki fasilitas automatisasi;
    4. Pengaturan FWA diterbitkan atas dasar prinsip pencegahan terjadinya disharmoni antara tetap lokal dengan penyelenggara jaringan telekomunikasi lain;
    5. Selanjutnya substansi pengaturan telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 35 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Jaringan Tetap Lokal Tanpa Kabel Dengan Mobilitas Terbatas, yang pelaksanaannya akan dikaji lebih lanjut oleh konsultan yang disepakati bersama oleh penyelenggara telekomunikasi tetap, bergerak dan regulator, yang rekomendasinya akan digunakan dalam menetapkan pengaturan penyelenggara FWA.

 

  1. Penyelarasan izin PT Telkom dan PT Indosat
    1. Sebagai hak konsekuensi dari kebijakan Pemerintah untuk mengakhiri hak eksklusifitas pada penyelenggaraan jaringan tetap, Departemen Perhubungan telah menyesuaikan izin penyelenggaraan PT.Telkom dan PT.Indosat. Dengan demkian PT.Telkom diberi hak untuk menggunakan kode akses 007 untuk penyelenggaraan jaringan sambungan internasional, dan PT.Indosat diberi hak untuk menggunakan kode akses 011 untuk penyelenggaraan jaringan tetap sambungan langsung jarak jauh.
    2. Penyesuaian izin memiliki substansi:

1)      Tidak bersifat monopoli untuk semua penyelenggaraan telekomunikasi;

2)      Ketentuan tentang penyelarasan pengguanaan kode akses dan jadual pelaksanaannya

 

  1. Lain-Lain

Dalam rangka melancarkan proses berjalannya kompetisi, perlu dilakukan restrukturisasi pola penetapan Biaya Hak Penggunaan (BHP) Frekuensi. Pehitungan kembali BHP Frekuensi akan dikaji oleh konsultan untuk mempertimbangkan secara cermat agar pola penetapan BHP Frekuensi dapat mendorong terjadinya optimalisasi pemanfaatan frekuensi.

 

Pemerintah berpendapat bahwa kebijakan dan regulasi tersebut di atas teleh memadai sebagai awal untuk memulai kompetisi menyeluruh di sektor telekomunikasi Indonesia. Para pihak yang terkait dengan pelaksanaan kebijakan dan regulasi sektor telekomunikasi wajib menindaklanjuti dan menjalankan sesuai dengan kompetensi masing-masing.

 

Pengawasan dan evaluasi atas pelaksanaan restrukturisasi sekto telekomunikasi dilakukan oleh Badan Regulasi dan Telekomunikasi Indonesia (BRTI).

 

 

 

Jakarta, 30 Maret 2004

 

MENTERI PERHUBUNGAN

 

TTD

 

AGUM GUMELAR M.Sc.