KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN
NOMOR  :  KM. 20 TAHUN 2001
T E N T A N G
PENYELENGGARAAN JARINGAN TELEKOMUNIKASI
MENTERI PERHUBUNGAN,
Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi, telah diatur ketentuan-ketentuan mengenai penyelenggaraan jaringan telekomunikasi;
b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a perlu diatur lebih lanjut mengenai penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dengan Keputusan Menteri Perhubungan;
 
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3881);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3980);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3981);
4. Keputusan Presiden Nomor 165 Tahun 2000 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun 2001;
5. Keputusan Presiden Nomor 177 Tahun 2001 tentang Susunan Organisasi dan Tugas Departemen sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 38 Tahun 2001;
6. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 91/OT.002/ Phb-80 dan KM. 164/OT.002/Phb-80 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 4 Tahun 2000;
M E M U T U S K A N :
   
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG PENYELENGGARAAN JARINGAN TELEKOMUNIKASI
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
 
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan:
 
1. Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio atau sistem elektromagnetik lainnya;
2. Alat telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam bertelekomunikasi;
3. Perangkat telekomunikasi adalah sekelompok alat telekomunikasi yang memungkinkan bertelekomunikasi;
4. Jaringan telekomunikasi adalah rangkaian perangkat telekomunikasi dan kelengkapannya yang digunakan dalam bertelekomunikasi;
5. Jasa telekomunikasi adalah layanan telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan bertelekomunikasi dengan menggunakan jaringan telekomunikasi;
6. Penyelenggara telekomunikasi adalah perseorangan, koperasi, badan usaha milik daerah, badan usaha milik negara, badan usaha swasta, instansi pemerintah, dan instansi pertahanan keamanan negara;
7. Penyelenggaraan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan pelayanan telekomunikasi sehingga memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;
8. Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jaringan telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;
9. Penyelenggaraan telekomunikasi untuk keperluan khusus adalah penyelenggaraan telekomunikasi yang sifat, peruntukan, dan pengoperasiannya khusus;
10. Penyelenggaraan jaringan tetap adalah kegiatan penyelenggaraan jaringan telekomunikasi untuk layanan telekomunikasi tetap.
11. Penyelenggaraan jaringan bergerak adalah kegiatan penyelenggaraan jaringan untuk telekomunikasi bergerak;
12. Penyelenggaraan jasa teleponi dasar adalah penyelenggaraan jasa telepon yang menggunakan teknologi circuit-switched yaitu telepon, faksimil, teleks dan telegraf;
13. Penyelenggaraan jaringan tetap tertutup adalah penyelenggaraan jaringan yang menyediakan jaringan untuk disewakan;
14. Interkoneksi adalah keterhubungan antar jaringan telekomunikasi dari penyelenggara telekomunikasi yang berbeda;
15. Uji laik operasi adalah pengujian teknis yang dilakukan oleh lembaga yang telah diakreditasi atau tim yang dibentuk oleh Direktur Jenderal dengan tugas melaksanakan proses pengujian sistem secara teknis dan operasional;
16. Lembaga uji laik operasi adalah lembaga yang berwenang melakukan uji laik operasi dan telah mendapatkan akreditasi dari lembaga yang memiliki kewenangan dalam pemberian akreditasi;
17. Kewajiban pelayanan universal adalah kewajiban yang dibebankan kepada penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi untuk memenuhi aksesibilitas bagi wilayah atau sebagian masyarakat yang belum terjangkau oleh penyelenggaraan jaringan dan atau jasa telekomunikasi;
18. Rencana dasar teknis adalah ketentuan-ketentuan teknis yang harus diikuti dalam membangun dan menyediakan jaringan telekomunikasi sehingga menjamin ketersambungan satu jaringan ke jaringan lainnya;
19. Landing right adalah hak yang diberikan oleh Menteri kepada penyelenggara jaringan telekomunikasi atau penyelenggara jasa telekomunikasi dalam rangka bekerja sama dengan penyelenggara telekomunikasi asing;
20. Menteri adalah Menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi;
21. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi.
 
BAB II
PENYELENGGARAAN JARINGAN TELEKOMUNIKASI
Pasal 2
(1) Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dapat dilakukan oleh badan hukum yang didirikan untuk maksud tersebut berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu:
a. Badan Usaha Milik Negara (BUMN);
b. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD);
c. Badan Usaha Swasta; atau
d. Koperasi.
(2) Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mendapatkan izin.
 
Pasal 3
 
(1) Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 terdiri dari:
a. Penyelenggaraan jaringan tetap;
b. Penyelenggaraan jaringan bergerak.
 
(2) Penyelenggaraan jaringan tetap sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dibedakan dalam :
a. Penyelenggaraan jaringan tetap lokal;
b. Penyelenggaraan jaringan tetap sambungan jarak jauh;
c. Penyelenggaraan jaringan tetap sambungan internasional;
d. Penyelenggaraan jaringan tetap tertutup.
 
(3) Penyelenggaraan jaringan bergerak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b dibedakan dalam:
a. Penyelenggaraan jaringan bergerak terestrial;
b. Penyelenggaraan jaringan bergerak seluler;
c. Penyelenggaraan jaringan bergerak satelit.
 
Pasal 4
 
(1) Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi yang memerlukan alokasi spektrum frekuensi radio tertentu dan atau memerlukan kode akses jaringan, jumlah penyelenggaranya dibatasi.
(2) Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi yang jumlah penyelenggaranya dibatasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), tata cara perizinannya dilakukan melalui proses seleksi.
 
Pasal 5
(1) Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi yang tidak memerlukan alokasi spektrum frekuensi radio tertentu dan atau tidak memerlukan kode akses jaringan, jumlah penyelenggaranya tidak dibatasi.
(2) Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi yang jumlah penyelenggaranya tidak dibatasi, tata cara perizinannya dilakukan melalui proses evaluasi.
Pasal 6
 
(1) Dalam penyelenggaraan jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan ayat (3) penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib membangun dan atau menyediakan jaringan telekomunikasi.
(2) Penyelenggara jaringan telekomunikasi dalam membangun dan atau menyediakan jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mengikuti ketentuan teknis dalam rencana dasar teknis yang ditetapkan oleh Menteri.
 
Pasal 7
 
Penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib :
 
a. menyediakan segala fasilitas telekomunikasi untuk menjamin pelayanan jaringan telekomunikasi sesuai standar kualitas pelayanan;
b. memberikan pelayanan yang sama kepada pemakai jaringan telekomunikasi;
c. membuat ketentuan dan syarat-syarat berlangganan jaringan telekomunikasi;
d. mengumumkan secara terbuka ketersediaan jaringan telekomunikasi yang dimilikinya.
 
Pasal 8
(1) Penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib menjamin terselenggaranya telekomunikasi melalui jaringan yang diselenggarakannya.
(2) Penyelenggara jaringan telekomunikasi diwajibkan memisahkan komponen-komponen pelayanannya (unbundling) dalam rangka menyediakan pelayanan yang dibutuhkan oleh penyelenggara telekomunikasi.
(3) Komponen-komponen sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berupa :
a. jaringan lokal;
b. perangkat antar muka;
c. sentral (pusat penyambungan);
d. transmisi; dan
e. sistem pendukung operasi, pelayanan dan perangkat tambahan.
  
Pasal 9
 
(1) Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib melaksanakan kewajiban pelayanan universal dalam bentuk pembangunan jaringan, pembayaran komponen biaya interkoneksi, atau kontribusi lainnya.
(2) Tata cara pelaksanaan kewajiban pelayanan universal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.
 
 Pasal 10
 
(1) Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib membayar biaya hak penyelenggaraan telekomunikasi yang merupakan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
(2) Tata cara pembayaran biaya hak penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 
Pasal 11
 
(1) Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi yang menggunakan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit wajib membayar biaya hak penggunaan frekuensi radio dan biaya hak penggunaan orbit satelit yang merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
(2) Tata cara pembayaran biaya hak penggunaan spektrum frekuensi radio dan penggunaan orbit satelit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 12
 
(1) Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib menjamin tersedianya interkoneksi.
(2) Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi berhak mendapatkan interkoneksi dari penyelenggara jaringan lainnya.
(3) Pelaksanaan interkoneksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) wajib mengikuti ketentuan pada rencana dasar teknis yang ditetapkan oleh Menteri.
 
Pasal 13
 
Penyediaan interkoneksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 sekurang-kurangnya harus memenuhi prinsip-prinsip :
a. transparan;
b. tidak diskriminatif baik kualitas maupun biaya;
c. diberikan dalam waktu yang singkat;
d. berorientasi pada biaya (cost based);
e. berdasarkan permintaan.
 
Pasal 14
 
(1) Interkoneksi antar jaringan telekomunikasi dilaksanakan pada titik interkoneksi.
(2) Titik interkoneksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan titik batas tanggung jawab pengelolaan jaringan telekomunikasi.
(3) Penetapan titik interkoneksi diatur tersendiri dalam ketentuan rencana dasar teknis yang ditetapkan oleh Menteri.
 
Pasal 15
 
Apabila dalam pelaksanaan interkoneksi diperlukan biaya dan atau perangkat antar muka (interface), penyediaan biaya dan atau perangkat tersebut menjadi tanggung jawab penyelenggara jaringan yang memerlukan.
   
Pasal 16
      
Direktur Jenderal menetapkan penomoran termasuk nomor kode akses penyelenggaraan jaringan telekomunikasi berdasarkan ketentuan rencana dasar teknis yang ditetapkan oleh Menteri.
  

Pasal 17

(1)  Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib memasang rambu-rambu (tanda-tanda) keberadaan jaringan telekomunikasi .
(2)  Tata cara pemasangan dan rambu-rambu (tanda-tanda) keberadaan jaringan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal.
   
Pasal 18
   
Alat dan atau perangkat telekomunikasi yang digunakan oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib memenuhi persyaratan teknis yang ditetapkan dan memiliki sertifikat dari Direktur Jenderal.
BAB III
PENYELENGGARAAN JARINGAN TETAP
   
Bagian Pertama
Penyelenggaraan Jaringan Tetap Lokal
   
Pasal 19
   
Penyelenggaraan jaringan tetap lokal dibedakan atas penyelenggaraan jaringan tetap lokal berbasis circuit-switched dan penyelenggaraan jaringan tetap lokal berbasis packet-switched.
  
Pasal 20
(1)  Penyelenggara jaringan tetap lokal berbasis circuit-switched wajib membangun dan atau menyediakan jaringan tetap lokal berbasis circuit-switched dan jaringan untuk akses pelanggan disuatu lokasi yang mengunakan 1 (satu) sentral lokal atau lebih.
(2)  Lokasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi satu atau beberapa wilayah Kabupaten dan atau Kota yang ditetapkan oleh Menteri atas usul Direktur Jenderal.
(3)  Setiap lokasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mendapatkan kode wilayah yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal berdasarkan rencana dasar teknis yang ditetapkan oleh Menteri.
  

Pasal 21

  
Penyelenggara jaringan tetap lokal berbasis circuit-switched dapat membangun dan atau menyediakan jaringan tetap lokal berbasis packet-switched.
  
Pasal 22
   
(1)  Penyelenggara jaringan tetap lokal berbasis circuit-switched menyelenggarakan jasa teleponi dasar.
(2)  Penyelenggara jaringan tetap lokal berbasis circuit switched dapat menyewakan jaringannya kepada penyelenggara jasa teleponi dasar.
(3)  Penyelenggara jaringan tetap lokal berbasis circuit-switched dapat menyelenggarakan sirkit sewa lokal.

 

Pasal 23
    
(1)  Penyelenggara jaringan tetap lokal berbasis circuit-switched wajib menyediakan akses telepon umum.
(2)  Akses telepon umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya 3% dari kapasitas jaringan terpasang.
Pasal 24
(1)  Penyelenggara jaringan tetap lokal berbasis circuit-switched dapat menyelenggarakan jaringan dan jasa telekomunikasi lintas batas yang menghubungkan langsung dua lokasi di dua negara yang berbatasan langsung.
(2)  Penyelenggaraan jaringan dan jasa telekomunikasi lintas batas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberlakukan di lokasi yang mempunyai hubungan kepentingan sosial dan ekonomi.
(3)  Penyelenggaraan jaringan dan jasa telekomunikasi lintas batas ditetapkan di lokasi :
a.  Nunukan - Tawao; 
b.  Manado - Davao; 
c.  Jayapura - Lae.
(4)  Lokasi telekomunikasi lintas batas selain sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatas diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal dengan memperhatikan kesepakatan bilateral.
   
Pasal 25
   
(1)  Penyelenggara jaringan tetap lokal berbasis packet-switched wajib membangun dan atau menyediakan jaringan transport yang menghubungkan antar pusat jaringan (node) dan jaringan akses pelanggan yang terhubung ke pusat jaringan (node).
(2)  Penyelenggara jaringan tetap lokal berbasis packet-switched dapat membangun dan atau menyediakan jaringan tetap lokal berbasis circuit switched dengan izin dari Direktur Jenderal.
(3)  Wilayah penyelenggaraan jaringan tetap lokal berbasis packet-switched mencakup wilayah lokal dan nasional.
     
Pasal 26
     
(1)  Penyelenggara jaringan tetap lokal berbasis packet-switched dapat menyelenggarakan jasa multimedia.
(2)  Dalam menyelenggarakan jasa multimedia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mendapat izin dari Direktur Jenderal.
(3)  Penyelenggara jaringan tetap lokal berbasis packet-switched dapat menyewakan jaringannya kepada penyelenggara jasa multimedia.
   
Bagian Kedua
Penyelenggaraan Jaringan Tetap Sambungan Langsung Jarak Jauh
    
Pasal 27
  
Penyelenggaraan jaringan tetap sambungan langsung jarak jauh diwajibkan membangun dan atau menyediakan jaringan tetap untuk menghubungkan antar penyelenggara jaringan tetap lokal.
  
Pasal 28
  
Penyelenggara jaringan sambungan langsung jarak jauh diwajibkan membangun dan atau menyediakan sentral jarak jauh (sentral trunk) dan jaringan yang menghubungkan antar sentral jarak jauh.
   
Pasal 29
   
Penyelenggara jaringan tetap sambungan langsung jarak jauh dapat menyelenggarakan sirkit sewa jarak jauh.
Bagian Ketiga 
Penyelenggaraan Jaringan Tetap Sambungan Internasional
   
Pasal 30
   
Penyelenggaraan jaringan tetap sambungan internasional diwajibkan membangun dan atau menyediakan jaringan tetap untuk menghubungkan jaringan domestik dengan jaringan internasional.
    
Pasal 31
   
(1)  Penyelenggara jaringan tetap sambungan internasional diwajibkan membangun dan atau menyediakan sentral gerbang internasional (SGI) dan jaringan yang menghubungkan antar sentral gerbang internasional.
(2)  Penyelenggara jaringan tetap sambungan internasional diwajibkan menghubungkan sentral gerbang internasional yang dimilikinya.
Pasal 32
  
Penyelenggara jaringan tetap sambungan internasional dapat menyelenggarakan sirkit sewa internasional.
   
Bagian Keempat
Penyelenggaraan Jaringan Tetap Tertutup
  
Pasal 33
   
(1)  Penyelenggaraan jaringan tetap tertutup diwajibkan untuk membangun jaringan untuk disewakan.
(2)  Dalam hal penggunaan jaringan disewa oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi dan penyelenggara jasa telekomunikasi harus sesuai peruntukannya.
(3)  Dalam hal penggunaan jaringan disewa oleh penyelenggara telekomunikasi khusus dan pengguna bukan penyelenggara telekomunikasi harus digunakan untuk keperluan sendiri.
(4)  Pengunaan jaringan untuk keperluan sendiri sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) adalah penggunaan jaringan untuk penggunaan kelompok pengguna tertutup (closed user group).
     
Pasal 34
Penyelenggara jaringan tetap tertutup yang menyediakan jaringan untuk penyelenggaraan telekomunikasi dilarang menghubungkan ke jaringan lainnya.
  
Pasal 35
(1)  Penyelenggara jaringan tetap tertutup dapat menyewakan jaringan untuk pengguna keperluan sendiri yang berlokasi diluar wilayah Negara Republik Indonesia.
(2)  Penyelenggara jaringan tetap tertutup asing yang menyewakan jaringan untuk pengguna keperluan sendiri di wilayah Negara Republik Indonesia, wajib bekerjasama dengan Penyelenggara jaringan tetap tertutup Indonesia.
  
BAB IV
PENYELENGGARAAN JARINGAN BERGERAK
  
Bagian Pertama
Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Terestrial
    
Pasal 36
    
Penyelenggaraan jaringan bergerak terestrial diwajibkan membangun dan atau menyediakan jaringan bergerak terestrial untuk akses pelanggan di satu lokasi atau lebih.
   
Pasal 37
   
(1) 

Penyelenggaraan jaringan bergerak terestrial meliputi:

a.  Penyelenggaraan radio trunking;
b.  Penyelenggaraan radio panggil untuk umum (RPUU).
(2)  Penyelenggaraan jaringan bergerak terestrial selain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
          
Pasal 38
    
Jaringan radio trunking dengan cakupan beberapa Kabupaten dan Kota dapat tidak tersambung antara satu dan lainnya.
     
Pasal 39
    
Penyelenggara radio trunking wajib membangun dan atau menyediakan jaringan bergerak terestrial radio trunking.
   
Pasal 40
    
Penyelenggaraan radio trunking diselenggarakan dengan cakupan:
a.  kabupaten atau kota;
b.  beberapa kabupaten dan kota.
    
Pasal 41
    
(1)  Jaringan radio trunking dapat disambungkan ke jaringan telekomunikasi lainnya.
(2)  Pelaksanaan penyambungan ke jaringan telekomunikasi lainnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mengikuti ketentuan teknis dalam rencana dasar teknis yang ditetapkan oleh Menteri.
(3)  Dalam hal jaringan radio trunking disambungkan ke jaringan telekomunikasi lainnya, maka diberlakukan ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam penyelenggaraan jaringan telekomunikasi bergerak seluler.
Pasal 42
   
Penyelenggaraan radio trunking harus menggunakan spektrum frekuensi radio yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
   
Pasal 43
(1)  Pelanggan radio trunking dapat menyediakan sendiri terminal radio trunking.
(2)  Dalam hal pelanggan tidak dapat menyediakan terminal sendiri, penyelenggara radio trunking wajib menyediakan terminal radio trunking bagi pelanggannya.
    
Pasal 44
   
(1)  Penyelenggaraan radio panggil untuk umum (RPUU) diselenggarakan dengan cakupan:
a.  kabupaten atau kota;
b.  beberapa kabupaten dan kota.
(2)  Jaringan RPUU dengan cakupan beberapa Kabupaten dan atau Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal ayat (1) huruf b wajib tersambung antara satu dan lainnya.
         
Pasal 45
          
Penyelenggara RPUU diwajibkan:
a.  menyediakan pesawat penerima yang berfungsi dengan baik untuk digunakan oleh pelanggan;
b.  menyampaikan pesan atau panggilan kepada pelanggan yang berhak;
c.  menjamin keamanan pesan atau berita.
Bagian Kedua

Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler

Pasal 46
   
Penyelenggaraan jaringan bergerak seluler diwajibkan membangun dan atau menyediakan jaringan bergerak seluler untuk akses pelanggan.
    
Pasal 47
   
Penyelenggara jaringan bergerak seluler dibedakan dalam:
a.  Penyelenggara jaringan bergerak seluler dengan cakupan propinsi atau beberapa propinsi;
b.  Penyelenggara jaringan bergerak seluler dengan cakupan nasional.
     
Pasal 48
   
(1)  Penyelenggara jaringan bergerak seluler wajib membangun dan atau menyediakan jaringan bergerak seluler yang saling terhubung didaerah cakupannya. 
(2)  Pembangunan dan atau penyediaan jaringan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilaksanakan secara bertahap.
   
Pasal 49
     
Penyelenggara jaringan bergerak seluler dapat menyewakan jaringannya kepada penyelenggara jaringan bergerak seluler lainnya.
   
Pasal 50
  
(1)  Penyelenggara jaringan bergerak seluler dengan cakupan propinsi atau beberapa propinsi wajib melaksanakan jelajah (roaming) dengan penyelenggara jaringan bergerak seluler dengan cakupan propinsi atau beberapa propinsi lainnya yang memiliki sistem dan spektrum frekuensi radio yang sama.
(2)  Pelaksanaan jelajah (roaming) sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan berdasarkan kerjasama dengan penyelenggara jaringan bergerak seluler lainnya yang tertuang dalam perjanjian tertulis.
  
Pasal 51
(1)  Penyelenggara jaringan seluler dapat melaksanakan jelajah dengan penyelenggara jaringan bergerak seluler lainnya yang mempunyai wilayah penyelenggaraan yang sama.
(2)  Perjanjian jelajah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan berdasarkan kesepakatan antar penyelenggara jaringan bergerak seluler.
        
Pasal 52
(1)  Penyelenggara jaringan bergerak seluler dapat melaksanakan jelajah (roaming) internasional.
(2)  Pelaksanaan jelajah (roaming) internasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan berdasarkan kerjasama dengan penyelenggara jaringan bergerak seluler negara lainnya.
   
Pasal 53
   
Penyelenggara jaringan bergerak seluler wajib mempunyai fasilitas layanan standar sekurang-kurangnya:
a.  perpindahan antar sel otomatis (hand over);
b.  jelajah;
c.  pengamanan dari kecurangan (anti fraud facility);
d.  penghitung rincian percakapan (detail billing);
e. untuk interkoneksi; dan
f.  supervisi dan kontrol.
   
Bagian Ketiga
Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Satelit
   
Pasal 54
  
Penyelenggaraan jaringan bergerak satelit diwajibkan membangun dan atau menyediakan jaringan bergerak satelit untuk akses pelanggan.
Pasal 55
(1)  Penyelenggara jaringan bergerak satelit wajib membangun dan atau menyediakan satelit, stasiun bumi, sentral gerbang dan jaringan penghubung.
(2)  Penyelenggara jaringan bergerak satelit dapat menggunakan satelit asing dan wajib memiliki landing right.
   
Pasal 56
(1)  Penyelenggara jaringan bergerak satelit menyelenggarakan jasa teleponi dasar dan dapat menyelenggarakan jasa multimedia.
(2)  Dalam menyelenggarakan jasa multimedia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mendapatkan izin dari Direktur Jenderal.
(3)  Penyelenggara jaringan bergerak satelit dapat menyewakan jaringannya kepada penyelenggara jasa teleponi dasar dan penyelenggara jasa multimedia.
Pasal 57
   
(1 )  Penyelenggara jaringan bergerak satelit yang dirancang khusus untuk penyelenggaraan jasa multimedia dapat menyelenggarakan jasa teleponi dasar.
(2 )  Dalam menyelenggarakan jasa teleponi dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mengikuti ketentuan untuk penyelenggaraan jasa teleponi dasar.
    
Pasal 58
    
(1)  Dalam hal penyelenggara jaringan bergerak satelit global menyelenggarakan jasa teleponi dasar di wilayah Negara Republik Indonesia, wajib bekerjasama dengan badan hukum Indonesia yang memiliki izin penyelenggaraan jasa teleponi dasar.
(2)  Dalam hal penyelenggara jaringan bergerak satelit global menyelenggarakan jasa multimedia di wilayah Negara Republik Indonesia, wajib bekerjasama dengan badan hukum Indonesia yang memiliki izin penyelenggaraan jasa multimedia.
(3) 

Penyelenggara jasa teleponi dasar atau jasa multimedia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) wajib memiliki landing right.

Pasal 59
(1)  Terminal bergerak yang digunakan untuk penyelenggaraan jasa teleponi dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) disediakan oleh agen atau oleh penyelenggara jaringan bergerak satelit yang bersangkutan.
(2)  Agen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perusahaan nasional yang ditunjuk oleh pabrikan terminal.
BAB V
TATA CARA PERIZINAN
Bagian Pertama
Tata Cara Seleksi Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi
  
Pasal 60
(1)  Menteri menetapkan jumlah penyelenggara jaringan telekomunikasi yang jumlah penyelenggaranya dibatasi.
(2)  Penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali setiap tahun.
(3)  Penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan berdasarkan pertimbangan sumber daya dan kondisi pasar.
  
Pasal 61
(1)  Menteri mengumumkan secara terbuka peluang usaha untuk menyelenggarakan jaringan telekomunikasi.
(2)  Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk setiap jenis penyelenggaraan jaringan telekomunikasi sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
(3)  Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi penyelenggaraan jaringan tetap tertutup yang tidak menggunakan spektrum frekuensi radio.
   

Pasal 62

  
Pengumuman peluang usaha untuk menyelenggarakan jaringan telekomunikasi memuat sebagai berikut:
a.  jenis penyelenggaraan;
b.  jumlah penyelenggara;
c.  lokasi dan cakupan penyelenggaraan;
d.  persyaratan dan tata cara permohonan izin;
e. tempat dan waktu pengajuan permohonan izin;
f.  biaya-biaya yang harus dibayar antara lain biaya dokumen seleksi akhir dan uang jaminan bank;
g.  kriteria seleksi dan evaluasi untuk penetapan calon penyelenggara telekomunikasi.
    
Pasal 63
   
(1)  Direktur Jenderal membentuk Tim seleksi untuk melakukan seleksi yang terdiri dari unsur-unsur teknis, bisnis, hukum, perencanaan dan administrasi.
(2)  Tim seleksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) melaksanakan seleksi berdasarkan kriteria seleksi yang diberitahukan secara terbuka kepada peserta seleksi.
(3)  Tim seleksi menyelesaikan tugas selambat-lambatnya 40 (empat puluh) hari kerja sejak ketetapan batas akhir penerimaan permohonan calon penyelenggara.
(4)  Pelaksanaan seleksi dilakukan secara transparan, obyektif, jujur dan adil.
    
Pasal 64
   
(1)  Tim seleksi berpedoman pada dokumen seleksi dalam menilai dokumen permohonan.
(2)  Dokumen seleksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri dari:
a.  dokumen seleksi administrasi; 
b.  dokumen seleksi teknis.
(3)  Dokumen seleksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a memuat sebagai berikut:
a. akte pendirian perusahaan;
b.  pengesahan pendirian perusahaan;
c.  profile perusahaan;
d.  nomor pokok wajib pajak (NPWP);
e.  struktur permodalan perusahaan;
f.  kesanggupan membayar biaya-biaya yang harus dibayar;
g.  bukti jaminan bank;
h.  tanggal waktu batas akhir penyerahan dokumen.
  
(4)  Dokumen seleksi teknis sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b memuat sebagai berikut:
a.  rencana usaha;
b.  rencana kerja dan kesanggupan membangun dan atau menyediakan jaringan;
c.  data teknis dan konfigurasi jaringan;
d.  kesanggupan menggunakan perangkat yang telah memenuhi persyaratan teknis;
e.  pengisian permohonan penetapan spektrum frekuensi radio dari Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi bagi penyelenggaraan jaringan telekomunikasi yang menggunakan spektrum frekuensi radio dan atau orbit satelit;
f.  tanggal waktu batas akhir penyerahan dokumen.
  
Pasal 65
   
(1)  Tim seleksi menyelesaikan seleksi administrasi selama-lamanya 10 (sepuluh) hari kerja setelah batas akhir penyerahan dokumen seleksi administrasi.
(2)  Tim seleksi menyelesaikan seleksi teknis selama-lamanya 30 (tiga puluh) hari kerja setelah batas akhir penyerahan dokumen seleksi teknis.
(3)  Peserta seleksi teknis adalah peserta yang dinyatakan lulus seleksi administrasi yang diumumkan secara terbuka.
(4)  Penetapan calon penyelenggara berdasarkan urutan nilai terbaik hasil seleksi dari Tim seleksi dan diberitahukan secara tertulis kepada pemohon/peserta seleksi.
   
Bagian Kedua
Tata Cara Evaluasi Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi
    
Pasal 66
(1)  Permohonan izin prinsip penyelenggaraan jaringan telekomunikasi yang jumlah penyelenggaraannya tidak dibatasi dapat diajukan setiap waktu dan proses perizinannya melalui evaluasi.
(2)  Permohonan izin prinsip sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada Menteri.
(3)  Evaluasi terhadap permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Direktur Jenderal.
   
Pasal 67
  
Permohonan izin prinsip penyelenggaraan jaringan telekomunikasi yang jumlah penyelenggaraannya tidak dibatasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) melampirkan sebagai berikut:
a.  akta pendirian perusahaan;
b.  nomor pokok wajib pajak (NPWP);
c.  pengesahan pendirian perusahaan;
d.  profile perusahaan;
e.  rencana usaha (bisnis plan);
f.  data teknis dan konfigurasi teknis perangkat yang akan digunakan;
g.  rencana kerja yang berkaitan dengan tahapan kegiatan;
h.  struktur permodalan, susunan direksi dan dewan komisaris;
i.  kemampuan tentang pengembangan insfratruktur;
j.  pernyataan bahwa data teknis, alat, perangkat dan sarana atau fasilitas telekomunikasi yang akan diadakan sesuai dengan persyaratan teknis, konfigurasi dan hirarki jaringan telekomunikasi berdasarkan perencanaan dasar teknis.
   
Pasal 68
  
(1)  Penyelesaian evaluasi terhadap permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 dilakukan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya surat permohonan secara lengkap.
(2)  Dalam hal permohonan tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan, Menteri memberikan penolakan secara tertulis disertai alasan penolakan.
     
Bagian Ketiga
Tata cara Perizinan Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi
   
Pasal 69
   
(1 )  Berdasarkan hasil seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (4) atau berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) bagi yang memenuhi persyaratan, Menteri menerbitkan izin prinsip.
(2 )  Izin prinsip sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku selama-lamanya:
a.  3 (tiga) tahun bagi penyelenggaraan yang jumlah penyelenggaranya dibatasi.
b.  1 (satu) tahun bagi penyelenggaraan yang jumlah penyelenggaranya tidak dibatasi.
(3 )  Izin prinsip sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat diperpanjang apabila pemilik izin prinsip telah melakukan investasi dalam persiapan pembangunan sarana dan prasarana sesuai hasil penilaian Tim yang dibentuk oleh Direktur Jenderal.
(4 )  Izin prinsip dapat diperpanjang 1 (satu) kali dengan masa berlaku selama-lamanya 1 (satu) tahun untuk penyelenggaraan jaringan yang jumlah penyelenggaranya dibatasi, dan 6 (enam) bulan untuk yang jumlah penyelenggaranya tidak dibatasi.
(5 )  Dalam hal permohonan perpanjangan izin prinsip sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak ditetapkan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya permohonan perpanjangan izin prinsip, maka izin prinsip dinyatakan diperpanjang dengan masa laku 1 (satu) tahun.
Pasal 70
 
(1)  Pemilik Izin prinsip dilarang merubah susunan kepemilikan saham perusahaan.
(2)  Larangan perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi perusahaan terbuka (publik).
   
Pasal 71
    
(1)  Izin penyelenggaraan jaringan telekomunikasi diterbitkan setelah pemilik izin prinsip dinyatakan lulus uji laik operasi dan mengajukan permohonan izin penyelenggaraan.
(2)  Izin penyelenggaraan jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diterbitkan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja setelah diterimanya permohonan izin penyelenggaraan.
  
Pasal 72
(1)  Izin penyelenggaraan jaringan telekomunikasi diberikan tanpa batas waktu dan setiap 5 (lima) tahun sekali dilakukan evaluasi secara menyeluruh.
(2)  Apabila hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dinyatakan tidak memenuhi ketentuan dalam perizinan, pemilik izin penyelenggaraan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
        
BAB VI
TATA CARA PELAKSANAAN UJI LAIK OPERASI
   
Pasal 73
(1)  Pemilik izin prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 yang telah siap menyelenggarakan jaringan telekomunikasi, wajib mengajukan permohonan uji laik operasi kepada Direktur Jenderal.
(2)  Permohonan uji laik operasi diajukan secara tertulis dengan melampirkan:
a.  salinan izin prinsip;
b.  struktur organisasi;
c.  data sumber daya manusia;
d.  spesifikasi teknis perangkat telekomunikasi yang telah dibangun;
e.  daftar perangkat telekomunikasi; dan
f. lokasi sesuai dengan izin prinsip.
     
Pasal 74
  
(1)  Pelaksanaan uji Iaik operasi dilaksanakan oleh lembaga uji laik operasi yang telah mendapatkan akreditasi dari lembaga yang berwenang.
(2)  Dalam hal uji laik operasi belum dapat dilaksanakan oleh lembaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Direktur Jenderal dapat membentuk tim uji laik operasi.
    
 Pasal 75
   
(1)  Pelaksanaan uji laik operasi harus dilakukan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan uji laik operasi diterima.
(2)  Sarana dan prasarana yang dinyatakan laik operasi berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan uji laik operasi, Direktur Jenderal menerbitkan surat keterangan laik operasi.
(3)  Surat keterangan laik operasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diterbitkan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya hasil evaluasi pelaksanaan uji laik operasi.
(4)  Dalam hal pelaksanaan uji laik operasi tidak dilakukan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan uji laik operasi diterima, Pemilik Izin prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 berhak mendapatkan surat keterangan laik operasi.
  
Pasal 76
   
(1)  Lembaga atau Tim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja harus menyelesaikan evaluasi hasil pelaksanaan uji laik operasi sejak diterimanya permohonan secara lengkap.
(2)  Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaporkan secara tertulis kepada Direktur Jenderal dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja.
Pasal 77
    
(1)  Apabila hasil evaluasi pelaksanaan uji laik operasi sarana dan prasarana jaringan telekomunikasi dinyatakan tidak laik operasi, pemilik izin prinsip diberi kesempatan untuk memperbaiki sarana dan prasarana dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja.
(2)  Dalam hal kesempatan perbaikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) masih dinyatakan belum laik operasi, pemilik izin prinsip diberikan kesempatan untuk memperbaiki sarana dan prasarana dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja.
   
Pasal 78
    
Berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan uji laik operasi terhadap perbaikan sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) masih dinyatakan tidak laik operasi, Pemilik Izin prinsip harus merubah atau mengganti sistem, sarana dan prasarana jaringan telekomunikasi.
Pasal 79
  
(1)  Pemilik izin prinsip yang telah menerima surat keterangan laik operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 berhak mengajukan permohonan izin penyelenggaraan kepada Menteri.
(2)  Menteri menerbitkan izin penyelenggaraan berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja setelah pemohon menyanggupi secara tertulis seluruh kewajiban-kewajiban penyelenggaraan jaringan telekomunikasi.
  
 Pasal 80
    
Setiap penambahan kapasitas dan perluasan lokasi atau relokasi harus dilaksanakan uji laik operasi berdasarkan ketentuan uji laik operasi yang berlaku dalam Keputusan ini.
BAB VII
T A R I F
   
Pasal 81
(1)   Jenis tarif penyelenggaraan jaringan telekomunikasi terdiri atas :
a. tarif sewa jaringan; 
b.  biaya interkoneksi.   
(2)  Struktur tarif penyelenggaraan jaringan telekomunikasi terdiri atas :
a.  biaya akses;
b. biaya pemakaian;
c.  biaya kontribusi pelayanan universal.
     
Pasal 82
(1)  Besaran tarif jaringan telekomunikasi ditetapkan oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi.
(2)  Besaran tarif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mengacu kepada formula tarif jaringan telekomunikasi yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 83
 
Biaya interkoneksi antar jaringan telekomunikasi ditetapkan dengan Keputusan Menteri tersendiri.
   
Pasal 84
    
(1)  Penyelenggara jaringan telekomunikasi harus melaporkan rencana penetapan atau perubahan besaran tarif jaringan telekomunikasi selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sebelum diberlakukan.
(2)  Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilengkapi dengan cara perhitungan dan data pendukung yang digunakan dalam menetapkan perubahan besaran tarif.
(3)  Beradarkan laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) Direktur Jenderal melakukan evaluasi dengan memperhatikan formula tarif yang ditetapkan oleh Menteri.
(4)  Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak sesuai dengan hasil perhitungan formula tarif yang ditetapkan oleh Menteri, maka rencana penetapan atau perubahan tarif tidak dapat diberlakukan.
   
BAB VII
KETENTUAN LAIN-LAIN
   
Pasal 85
Direktur Jenderal melaksanakan pembinaan dan pengawasan teknis terhadap pelaksanaan Keputusan ini.
    
BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN
   
Pasal 86
   
Dengan berlakunya Keputusan ini penyelenggara telekomunikasi yang telah memiliki izin, tetap dapat melakukan kegiatannya dengan ketentuan selambat-lambatnya dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak berlakunya Keputusan ini, wajib menyesuaikan dengan keputusan ini.
    
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
    
Pasal 87
  
Dengan berlakunya keputusan ini, semua peraturan perundang-undangan yang lebih rendah dari Keputusan ini yang mengatur mengenai penyelenggaraan jaringan telekomunikasi, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti berdasarkan keputusan ini.
  
Pasal 88
    
Dengan berlakunya keputusan ini maka:
   
a.  Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor KM.45/PT.102/MPPT-1991 tentang Penetapan Pulau Batam sebagai Sentral Gerbang Internasional Telekomunikasi;
b.  Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor KM.111/PT.106/MPPT-1991 tentang Penggunaan Transponder Palapa;
c.  Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor KM.116/PT.102/MPPT-91 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi Bukan Dasar;
d.  Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor KM.75/PT.102/MPPT-1993 tentang Interkoneksi Jaringan Telekomunikasi Antar Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi;
e. Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor KM.76/PT.102/MPPT-1993 tentang Komunikasi Lintas Batas;
f. Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor KM.22/PB.301/MPPT-97 tentang Penyelenggaraan Jasa Radio Panggil;
g. Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor KM.115/PT.102/MPPT-97 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi Bergerak Global Melalui Satelit (GMPCS);
h. Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor SK.8/PT.303/PHB-1998 tentang Pembagian Pendapatan Kerjasama Operasi Telepon Umum Kartu (TUK) Atas Panggilan Dari Telepon Umum Kartu Ke Sistem Telekomunikasi Bergerak Seluler (STBS);
   
dinyatakan tidak berlaku.
   
Pasal 89
   
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
        
Ditetapkan di : JAKARTA
Pada tanggal : 31 Mei 2001
=========================
   

MENTERI PERHUBUNGAN

ttd

AGUM GUMELAR, M.Sc.

   
SALINAN Keputusan ini disampaikan kepada :
1.  Ketua Badan Pemeriksa Keuangan; 
2.  Para Menteri Kabinet Persatuan Nasional;
3.  Panglima TNI; 
4.  Sekretaris Negara;
5.  KAPOLRI; 
6.  Gubernur Bank Indonesia; 
7.  Para Gubernur Kepala Daerah Propinsi;
8.  Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal, Para Direktur Jenderal dan Para Kepala Badan di lingkungan Departemen Perhubungan;
9.  Para Kepala Biro di lingkungan Sekretariat Jenderal Departemen Perhubungan.