TCO dari Infrastruktur di Kampung & Masyarakat Bawah Onno W. Purbo Sebagian besar infrastruktur IT & telekomunikasi yang ada pada hari bertumpu pada pelanggan yang mampu mengeluarkan uang minimal Rp. 100-200.000 / bulan, bahkan kadang lebih. Belakangan ini, terutama nanti 2007-2008, seperti di prediksi oleh Bansal Raj dari Nokia Research Center di Amerika Serikat adalah membangun infrastruktur yang dapat bertumpu pada kalangan bawah yang mungkin hanya mampu mengeluarkan uang Rp. 10-30.000 / bulan. Tidak heran kalau XL, Telkomsel dll mengeluarkan produk-produk yang sedemikian murah untuk meraih pasar di kalangan bawah. Biasanya sebuah provider telekomunikasi akan melihat Total Cost of Ownership (TCO) yang di sederhanakan dalam dua fasa, yaitu: Fasa 1 ? cost planning dan implementasi, yang meliputi assessment, development, procurement, design dan implementasi; pada dasarnya investasi awal. Fasa 2 ? managemen cost, yang meliputi ongoing management, network access, dan support cost; pada dasarnya recurring annual cost. Sebetulnya dengan semakin terintegrasinya teknologi informasi ke dalam infrastruktur telekomunikasi maka sebetulnya konsep TCO untuk IT menjadi relevan untuk di gunakan, pola perhitungan TCO untuk IT biasanya terdiri atas sembilan langkah, yaitu: 1. Company info secara umum, mulai dari Total Annual Revenue, % Revenue dari e-Business, Total Number of Employees, Average Number of Employees/ Shift, Fully burdened labor cost/hour. 2. Downtime, yang meliputi, System Availability, Hours Lost/Year 3. Software, yang meliputi, Cost of initial software purchase, Cost of annual software maintenance, Cost of required add-ons, Cost of annual support, Cost of annual training. 4. Hardware, yang meliputi, Hardware Cost, Expected Life of Hardware. 5. Services, yang meliputi, Number of Hours Required for Implementation Cost/ hour. 6. Storage, yang meliputi, Cost of Storage/ Mb, Total Storage Requirement (Tbytes), Storage Growth Rate. 7. Facilities, yang meliputi, Number of locations, Physical Costs/ location, Electricity/ Air-conditioning Costs/ location, Security Costs/ location. 8. Personel, yang meliputi, Annual Salary for Administrators, Number of Administrators. 9. Terakhir Analysis, yang akan menghasilkan, Total Cost of Ownership, Return on Investment, Net Present Value dan Payback Period. Pada dasarnya kita di hadapkan pilihan untuk invest di SDM atau membeli servis / outsourcing. Kedua-nya merupakan pilihan yang sulit. Di bidang IT, khususnya di Indonesia kemungkinan besar akan masih lebih murah invest di SDM daripada membeli servis dari luar. Sialnya invest di SDM sangat tergantung pada loyalitas SDM tersebut, kalau mereka pergi urusan menjadi berabe. Adalah seni untuk menjaga SDM yang baik. Bagi sebuah operator, ada beberapa langkah yang perlu di perhatikan agar dapat meminimalkan Total Cost of Ownership (TCO), yaitu: 1. Berlomba untuk memilih, menentukan, meng?aman?kan lokasi yang paling baik. 2. Strategis untuk membangun akses di wilayah / geografis lokal maupun regional. 3. Membangun, mengidentifikasi, mengontrol, merating, dan men-charge servis pada jaringan berdasarkan preferensi user. 4. mengeffisienkan operasional dan meminimalkan TCO. Ada tiga (3) dimensi yang perlu di jalankan secara bersamaan agar dapat menjaring user dengan kemampuan rendah tersebut, yaitu, inovasi teknologi untuk solusi biaya murah, inovasi bisnis managemen untuk market yang baru berkembang, dan mensintesa nilai jaringan untuk membuat solusi murah menjadi feasibel. Contoh sederhana adalah men-?sub?-network-kan / me-resale jaringan melalui WARTEL, di sisi yang lebih ekstrim adalah membuka kemungkinan bagi masyarakat untuk membuat sendiri jaringannnya dan meng-interkoneksi-kan jaringan tersebut ke operator telekomunikasi yang lebih besar. Secara teknologi terutama untuk daerah rural, kampung yang kerapatan pendudukan-nya rendah barangkali teknologi wireless akan menjadi primadona. Yang mungkin akan menarik adalah investasi infrastruktur yang berbasis IP yang semakin murah, semoga menjadi kenyataan pada WiMAX (4G) 3-4 tahun lagi. Kemampuan untuk memberikan servis lokal berdasarkan pada biaya terendah dan kemungkinan menggunakan backbone yang beragam, dengan menggunakan IP infrastruktur jika memungkinan, akan membuka jalan pada teknologi point to multipoint dengan biaya paling rendah. Semua ini pada akhirnya akan menjadi solusi akses bagi masyarakat bawah.