Garis Besar Pertanyaan : Pertanyaan WSIS untuk konteks Global 1. Bagaimana Bapak memaknai ajang WSIS ke dua di Tunis kemarin? Berbeda dengan WSIS I di Geneva yang berhasil menelurkan deklarasi yang sangat signifikan untuk mengarahkan masyarakat informasi dunia. Di WSIS II Tunis, dari sisi formal, masalah deklarasi & keputusan yang ada sebetulnya tidak ada yang terlalu bisa di banggakan dari WSIS ke dua di Tunis. Karena negara maju, terutama Amerika Serikat, jelas tidak bersedia melepaskan kontrol-nya atas Internet kepada dunia (International Telecommunication Union). Hal ini juga di ekspresikan oleh banyak rekan-rekan saya seperti Adams Peak (Jepang), Pak Tengku (MIMOS Malaysia), Boing (Pimpinan Delegasi Fililpina), Chadamas (pimpinan delegasi Thailand). Dari sisi Informal, saya cukup bangga dengan di adopsinya banyak ide & teknologi yang di kembangkan oleh Indonesia seperti Wireless Internet di 2.4GHz, VoIP Merdeka oleh rekan-rekan civil society bahkan mereka secara rutin mengadakan workshop-workshop di untuk menyebarluaskan pengetahuan ini kepada masyarakat dunia. Saya sendiri berkesempatan berbicara sebagai panel kebijakan pro poor & pro market bersama Randy Spence (pemenang Nobel Ekonomi) dan Bill Melody (Bapak Liberalisasi Telekomunikasi Amerika Serikat) ternyata basis pengalaman membangun masyarakat IT Indonesia secara swadaya masyarakat sangat mencengangkan mereka-mereka ini. 2. Point penting yang perlu digarisbawahi dari event ini? Dari sisi formal, kalau boleh terus terang, sebetulnya tidak ada point yang terlalu penting yang dapat digaris bawahi karena sebagian besar kesepakatan formal yang ada sangat ngambang & tidak ada komitmen yang firm. Dari sisi Informal, justru yang harus di garis bawahi, rekan-rekan civil society dunia mengakui keberadaan Indonesia yang dapat memberikan solusi untuk menjembatani digital divide. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki jumlah WARNET paling besar di dunia, yang memiliki RT/RW-net paling besar di dunia, yang memiliki Internet wireless paling besar di dunia. Gilanya semuanya swadaya masyarakat, tidak di dukung oleh pemerintah. 3. Sebagai delegasi Indonesia yang juga mengikuti WSIS fase pertama, bagaimana Bapak melihat perbedaan WSIS fase II di Tunis dengan di Genewa? (Misalnya dari sisi respon? Atau ada sisi lain yang menurut Bapak penting? Hmmm, bisa di baca di jawaban no 1 & no 2. Sekedar informasi saja, saya mungkin ?delegasi Indonesia? yang baik di WSIS I maupun WSIS II tidak di biayai sama sekali oleh republik Indonesia. Agak memalukan bagi pemerintah sebetulnya, karena ternyata hanya bisa mengumbar janji-janji saja .. 4. Dari pembicaraan seperti Mekanisme Keuangan (Financial Mechanism), Pengelolaan Internet (Internet governance) dan Pelaksanaan dan Tindak Lanjut (Implementation and Follow-Up), menurut Bapak hal penting apa yang perlu mendapat perhatian? Secara nasional di Indonesia sebetulnya tidak ada yang terlalu signifikan & berpengaruh terhadap kehidupan ber-Internet di Indonesia. Financial Mechanism yang maksudnya untuk cross subsidi negara maju ke negara berkembang, Internet Governance untuk mengatur Internet tidak memperoleh komitmen yang penuh dari negara maju khususnya Amerika Serikat. Akibatnya tidak akan dapat di implementasikan dengan baik. Metoda tindak lanjut yang ada banyak di adopsi oleh negara maju biasanya justru akan sangat berbahaya untuk negara berkembang seperti Indonesia. Mereka biasanya lebih suka memposisikan negara berkembang sebagai penghutang & konsumen bukan produsen. Mekanisme tindak lanjut yang sudah ada di Indonesia yang secara swadaya masyarakat membangun WARNET, RT/RW-net, Internet Wireless, VoIP Merdeka justru ini yang harus kita pertahankan dan kita bangun terus jangan di palak & di sweeping oleh polisi karena metoda yang ada justru telah menjadi contoh bagi banyak negara berkembang lain di dunia. 5. Sejauh mana Bapak melihat event ini bisa membentuk masyarakat informasi dunia yang didukung oleh kecanggihan ICT? Mohon dijelaskan! Hmmm, secara sederhana event ini lebih untuk interaksi para pimpinan dengan pimpinan, pimpinan praktisi, pimpinan birokrat dll. Kalau para pimpinan ini dapat belajar & dapat secara taktis menterjemahkan ke action plan yang baik untuk negara-nya masing-masing maka akan baik untuk kemajuan Internet dunia. Sayang untuk Indonesia saya tidak melihat para pimpinan / birokrat bisa menangkap hal ini. Saya tidak banyak melihat birokrat kita berinteraksi langsung dengan leading praktisi dunia yang ada di lapangan yang hadir di WSIS. 6. Dari kesepakatan/komitmen yang dihasilkan, apakah Bapak melihat sudah ada kesejajaran kedudukan, kesejajaran kepentingan antara negara maju dan negara berkembang? Tidak .. 7. Plan action yang ditargetkan, bagi sebagian negara berkembang merupakan tantangan yang berat. Karenanya, sempat muncul kekhawatiran akan ada penjajahan bentuk baru yakni ?penjajahan teknologi?. Bagaimana pendapat Bapak akan hal ini? Kalau pola birokat Indonesia seperti sekarang, yang lebih berorientasi pada project based maka betul yang akan terjadi adalah penjajahan teknologi. Kalau pola pemberdayaan / empowerment yang kami (saya) lakukan selama ini kepada masyarakat Indonesia melalui Workshop, Seminar, Roadshow ke berbagai kita & daerah bisa dilakukan secara lebih serius di dukung oleh kebijakan yang tidak melakukan pemalakan, memajakan, pensweepingan WARNET, Internet Wireless, ISP, RT/RW-net maka tidak akan terjadi penjajahan teknologi. Yang akan terjadi justru Indonesia akan menjadi ?penjajah? ke negara berkembang lainnya. 8. Bagaimana agar jangan sampai terjadi penjajahan teknologi dimana negara berkembang hanya dijadikan market? Lihat jawaban no. 7. 9. Sejauh mana pentingnya bantuan pendanaan, transfer pengetahuan? Hmmm, birokrat pemerintah & banyak international agency menggunakan pola sangat konsumtif melalui proyek-proyek, pinjaman luar negeri membangun infrastruktur dengan asumsi bahwa dana & pengetahuan masyarakat tidak mencukupi. Memang dengan pola ini kita akan melihat terbangunnya infrastruktur secara cepat & masyarakat kita posisikan sebagai konsumen belaka. Birokrat pemerintah & international agency sering tidak menyadari kemampuan real bangsa indonesia karena mereka bukan orang lapangan. Sejelek-jeleknya bangsa Indonesia membiayai Internet Rp. 5000-10.000 / bulan rata-rata masih terjangkau. Biaya ini yang banyak digunakan untuk membangun Internet di sekolah-sekolah pada hari ini hingga bisa menyambungkan 4000+ sekolah ke Internet. Birokrat Indonesia & international agencies, tidak menyadari bahwa pengetahuan ttg teknologi informasi terbuka lebar di dunia open source & Internet yang kita perlukan bukan transfer teknologi tapi lebih kepada disseminasi informasi supaya sebagian besar masyarakat dapat menikmati ilmu yang murah. Ini juga dapat dilakukan secara swadaya masyarakat baik melalui seminar / workshop yang hanya Rp. 30-50.000 / peserta, hingga buku-buku IT yang hanya Rp. 20.000 / buku. Sangat terjangkau oleh sebagian besar bangsa ini. Point saya adalah ? pola pendanaan & transfer teknologi yang di adopsi pemerintah & international agency justru akan membuat bangsa ini terpuruk. Pertanyaan WSIS untuk konteks Indonesia 1. Dari ajang WSIS, bagaimana memaknainya untuk konteks Indonesia? Bisa dilihat di jawaban-jawaban saya di atas. Secara sederhana ? bangsa ini tidak terlalu perlu WSIS. Bangsa Indonesia lebih memerlukan birokrat / menteri yang tahu lapangan & mau terjun, menyingsingkan bajunya untuk membangun bangsa ini & bukan membuat proyek-proyek & menunggu laporan dari anak buahnya saja. 2. Apa yang perlu diperhatikan oleh Indonesia? (Baik dari sisi pemerintah, private sector, civil society) Yang perlu di perhatikan: 1. Jangan menambah utang bangsa Indonesia. 2. Berdayakan rakyat, jangan mensweeping, jangan memalak, jangan memajaki IT rakyat. 3. Sambungkan 220.000+ sekolah Indonesia (38+ juta siswa Indonesia) ke Internet. Ini yang akan menjadi kunci survive bangsa Indonesia di kemudian hari. 3. Dari WSIS, hal penting apa yang musti dilakukan oleh Indonesia dalam waktu dekat ini? (baik dari sisi pemerintah, private sector, civil society) Terus terang, kalau mengacu pada WSIS II ... tidak ada yang terlalu penting yang perlu dilakukan. Jika mengacu pada WSIS I Geneva, kita harus berjuang untuk mengkaitkan setengah jumlah bangsa Indonesia ke Internet di tahun 2010-2015. Bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Kunci paling strategis adalah menyambungkan 220.000+ sekolah Indonesia ke Internet. 4. Dari komitmen WSIS, menurut Bapak, apakah Indonesia bisa merealisasikan plan of action? Kalau pola birokrasi yang ada seperti sekarang, yang lebih banyak mengumbar janji & mencari proyek. Saya tidak yakin. 5. Menurut Bapak, apa problematika/kendala untuk Indonesia dalam merealisasikan plan of action? Mentalitas pejabat Indonesia yang kebanyakan tidak tahu lapangan, tidak berinterkasi dengan rakyat umum, yang lebih suka mencari utangan, proyek. Tidak memberdayakan rakyat. 6. Agar bisa merealisasikan plan of action tersebut, bagaimana langkah yang harus diambil? Hmmm, SBY harus menggunakan birokrat yang tahu lapangan dan berpihak pada rakyat. 7. Dalam berbagai kesempatan, sekjen PBB menekankan pentingnya kerjasamanya antara government, private sector, dan civil society. Mengacu pada pengalaman, ?bergandengan tangan? antar berbagai pihak bukan yang mudah. Kira-kira penyebabnya apa? Pengalaman saya orang civil society, saya sebetulnya relatif baik bergandeng tangan dengan private sector & usaha kecil menengah. Tapi bergandeng tangan dengan pemerintah, parah sekali urusannya. Masalah utamanya adalah leadership & visi. Kebanyakan birokrat IT Indonesia terus terang tidak mempunyai visi IT yang baik & tidak menguasai lapangan. Pertanyaan pameran di WSIS Tunis 1. Komentar Bapak mengenai pameran tersebut? Hmm, tidak ada yang istimewa sekali. Kecuali PC Negroponte yang US$100 itu, dan WiFi / Wireless Internet yang di perkenalkan oleh Indonesia pada dunia. 2. Stand mana yang menurut Bapak, patut mendapat apresiasi lebih? Hmmm, saya pribadi lebih suka dengan stand APC (Association for Progressive Communication) ini adalah para aktifis civil society dunia. Tapi tentunya seperti kebanyakan stand para pembrontak bentuknya sangat tidak karuan, berantakan lebih mirip gudang daripada stand. Tapi orang-orangnya sangat supel, cozy dll. 3. Manfaat apa yang bisa diambil dari pameran tersebut? Saya lebih banyak memperoleh manfaat karena melakukan interaksi dengan manusia-manusia dari berbagai negara bukan karena melihat stand / pameran. 4. Bila ada hal lain yang terkait dengan pameran dan dianggap penting, mohon ditambahkan. Tidak ada.