Impact Kemerdekaan Internet Wireless Onno W. Purbo Rakyat Indonesia Biasa Pada saat tulisan ini di tulis, menteri perhubungan sedang membuat rancangan keputusan menteri untuk mengatur Internet Wireless yang dulunya hanya bekerja pada band 2.4GHz yang secara de-facto menjadi tulang punggung banyak sambungan dedicated Internet kecepatan tinggi di Indonesia. De-facto karena Internet Wireless kecepatannya sangat tinggi 11-54 Mbps jauh lebih cepat daripada saluran leased line dari Telkom; tapi dapat diperoleh dan di instalasi dengan mudah dalam orde hari, daripada Telkom yang membutuhkan waktu berbulan-bulan. Peralatan yang dibutuhkan relatif murah, hampir sama dengan harga 2-3 buah modem telepon external biasa, dengan kecepatan hampir 200 kali lipat. Semua teknologinya terbuka dan dapat di ambil gratis di http://sandbox.bellanet.org/~onno dan http://onno.vlsm.org. Sialnya, pemerintah justru melakukan tindakan yang sangat represif terhadap perkembangan Internet Wireless di Indonesia dengan cara melakukan sweeping, penyitaan, dan pemalakan terhadap para pengguna Internet Wireless. Dalam kondisi terjepit, ternyata komunitas Internet Wireless mampu membangun sekitar 5000 node yang mengkaitkan diri pada sekitar 500 Access Point, menurut Didin salah seorang tokoh IndoWLI komunitas Wireless Internet Indonesia. Tidak heran kalau saya menuntut secara serius pada rancangan Keputusan Menteri agar, 1. Bebaskan ISM & UNII (2.4 GHz, 5.2GHz dan 5.8GHz) band dari lisensi. 2. Pengguna ISM & UNII band tidak perlu lisensi maupun registrasi. 3. Semua peralatan yang digunakan tidak perlu di approve oleh POSTEL / Pemerintah, jika sudah di approve oleh FCC & ESTI yang merupakan regulator di negara maju. 4. Pengguna di batasi daya pancar pada EIRP 30-36 dBm agar tidak terjadi interferensi yang cukup besar. 5. Koordinasi untuk penggunaan frekuensi bersama (frequency sharing & reuse) maupun disain Wireless Metropolitan Area Network dilakukan secara lokal oleh komunitas. Pertanyaan yang perlu di jawab di sini adalah "apakah negara, pemerintah, maupun rakyat akan di untungkan dengan memerdekakan Internet Wireless?". Sebagian besar rakyat pengguna Internet pasti akan diuntungkan dengan di merdekakannya Internet wireless. Sebetulnya tidak banyak rakyat yang di rugikan dengan pembebasan Internet wireless, hanya sekitar 2900 sambungan microwave yang sedang beroperasi dan ini dapat dengan mudah di kompensasi dengan keuntungan yang akan di peroleh pemerintah dengan pembebasan 2.4GHz. Pertanyaan yang paling menggelitik adalah bagaimana dengan pemerintah? Apakah pemerintah dirugikan dengan pembebasan ISM band (2.4GHz) agar rakyat dapat memakainya tanpa ijin sama sekali, tanpa membayar biaya hak penggunaan frekuensi? Jawaban secara singkatnya ... pemerintah & negara justru akan di untungkan secara finansial (melalui pajak dll), melalui berkembang industri dalam negeri, melalui penambahan drastis pengguna Internet Indonesia dan meningkatnya orang pandai di Indonesia. Tidak percaya? Silahkan ambil file perhitungan lengkap "impact-ism-unii.xls" di bagian file dari mailing list indowli, asosiasi-warnet, indowliformatur, genetika, telematika, mastel-anggota di yahoogroups.com. Memang pemerintah kemungkinan akan kehilangan sekitar Rp. 22 milyard / tahun dari Biaya Hak Pemakaian (BHP) frekuensi dari 2900 sambungan microwave yang ada. Padahal, pembebasan Internet Wireless akan meningkatkan pengguna yang bertumpu pada Internet Wireless tadinya hanya sekitar satu (1) juta orang, menjadi berpotensi mengcover 17,8 juta pengguna Internet di Indonesia sebuah jumlah pengguna mendekati negara Cina pada hari ini. Jika setiap pengguna mengeluarkan uang Rp. 10.000/bulan untuk akses Internet, konsekuensinya, pemerintah akan memperoleh kenaikan pendapatan dari Rp. 7 Milyard/tahun dari PPh Jasa, Rp. 1 Milyard/Tahun untuk BHP Jasa Telekomunikasi melonjak menjadi Rp. 128 Milyard/tahun dari PPh Jasa, dan Rp. 21 Milyard/Tahun BHP Jasa Telekomunikasi. Jelas jauh lebih menguntungkan dari pada Rp. 22 Milyard dari BHP Frekuensi sambungan microwave yang ada saat ini. Tentunya yang harus dipikirkan adalah bagaimana strategi migrasi ke 2900 sambungan microwave penghuni lama 2.4GHz yang saat ini beroperasi. Dengan biaya migrasi peralatan yang dibutuhkan sekitar 24.000 dollar AS per sambungan, sehingga membutuhkan sekitar Rp. 626 Milyar untuk memigrasi keseluruhan 2900 sambungan yang ada. Hal ini dapat dengan mudah di kompensasi oleh negara, karena pembebasan frekuensi 2.4GHz, 5.2GHz dan 5.8GHz akan berpotensi memberikan masukan pajak kepada negara sekitar Rp. 600 Milyard dari PPN investasi peralatan Access Point, Client maupun komputer yang akan di instalasi; belum masukan PPh Jasa dan BHP Jasa Telekomunikasi yang mendekati Rp. 150 Milyard per tahun. Konsekuensi yang tidak pernah terbayangkan adalah peningkatan luar biasa kebutuhan peralatan Access Point Wireless Internet yang mendekati 7000 unit, peralatan client sekitar 129.000 unit belum jumlah serapan peralatan komputer yang mendekati dua juta unit. Bagi dunia usaha hal ini jelas amat sangat menguntungkan. Adanya demand yang sedemikian tinggi jika dilakukan dengan kompetisi yang sangat ketat akan sangat menekan harga bagi pengguna akhir. Dengan kondisi hari ini yang sangat represif, telah menumbuhkan beberapa industri kecil di Jakarta, Bandung, Jogya, Surabaya, Malang untuk memberikan servis Wireless Internet, memproduksi antenna sendiri, membangun tower maupun peralatan mekanik lainnya. Di samping sebuah manufaktur peralatan Wireless Internet smartbridges yang berlokasi di Batam. Dengan pembebasan band Wireless internet, adanya kebutuhkan 140.000 unit peralatan wireless Internet jelas sangat menjustify untuk tumbuhnya industri manufaktur pembuat card Wireless Internet. Bayangkan saat ini pembuat chip set card Wireless Internet rata-rata menjual chipset yang jumlahnya dua buah chip seharga tiga (3) dollar AS dengan minimum order sekitar 10.000 unit. Akan memungkinkan tumbuhnya industri manufaktur dengan putaran uangn sebesar 4.5 juta dollar AS, padahal modal dasar chipset dan board hanya sekitar 660 ribu dollar AS. Keuntungan yang di peroleh jelas sangat menggiurkan bagi siapapun untuk membangun industri manufaktur di tanah air; berani bertaruh Departemen Perindustrian dan Perdagangan akan sangat gembira melihat hal seperti ini. Bagaimana dengan pemerintah daerah? Daerah pun akan sangat di untungkan, konsensus yang ada di International Telecommunication Union (ITU) sepakat bahwa kenaikan 1% dari infrastruktur telekomunikasi akan menaikan pendapatan sebanyak 3%. Pembebasan Wireless Internet, akan memungkinkan menaikan menaikan akses Internet sebanyak 35 kali lipat!! Hal ini akan menaikan pendapatan asli daerah mendekati 100 kali lipat! Tentunya tidak sesederhana itu, tingkat pendidikan manusia, budaya maupun perbaikan mekanisme birokrasi yang ada harus berubah untuk melihat tingkat kenaikan yang demikian fantastis. Paling tidak perkembangan infrastruktur yang ada akan memungkinkan proses perubahan untuk mulai terjadi. Melihat demikian besar keuntungan yang akan di peroleh dengan pembebasan Wireless Internet bagi masyarakat; dengan hanya sedikit pengorbanan di awalnya pada sisi pemerintah. Apalagi dengan demikian besar dukungan dari berbagai komunitas masyarakat apakah itu dari rekan-rekan Internet Service Provider (ISP), Warung Internet (WARNET), IndoWLI, maupun masyarakat telematika untuk membebaskan Wireless Internet. Belum lagi kebijakan International Telecommunication Union (ITU) maupun PBB yang menyarankan untuk membebaskan band ISM dan UNII untuk keperluan pembangunan Internet di negara berkembang. Agak aneh bin ajaib jika pemerintah tidak mau membebaskan band ISM dan UNII.