Kisruh 3G ? Pemerintah Plin Plan Onno W. Purbo Rakyat Indonesia Biasa Saya sangat prihatin dengan kekisruhan dunia telekomunikasi khususnya seluler 3G. Memang betul, Cyber Access Communications (CAC), penerima ijin penyelenggaraan 3G di Indonesia, walaupun belum beroperasi, CAC menjual sebagian share-nya kepada Hutchison Telecom pada tanggal 9 Maret 2005 (http://www.tmcnet.com). Hal ini mentrigger berbagai komentar baik dari para pengamat, para pakar telekomunikasi, Komisi V DPR hingga pemerintah (Menkominfo). Dengan isu terakhir untuk mengaudit CAC dan NTS (Lippo Telekom). Sangat disayangkan, saya belum melihat ketegasan pemerintah (Menkominfo) disini. Keplin-planan pemerintah berujung pada ketidak adilan, ketidak pastian dan meresahkan operator dan investor yang sudah memenuhi kewajibannya sesuai ketentuan perundangan yang berlaku. Terus terang, betul-betul tidak fair jika pemerintah mengaudit hanya dua (2) operator saja. Padahal, paling tidak ada tujuh (7) operator sudah memperoleh frekuensi 3G. Alokasi frekuensi 3G bukannya sedikit, bahkan lumayan lebar, di band 1.8-2.1GHz dan 2.6GHz dengan total sekitar 400-an MHz. Detail alokasi frekuensi 3G ada di http://www.3g-generation.com/3g_spectrum.htm. Jangan heran, banyak operator yang sudah memperoleh alokasi frekuensi 3G, termasuk Telkom & Indosat sejak tahun 2002. Dari sekian banyak operator yang memperoleh alokasi frekuensi 3G, yang belum beroperasi adalah WIN, Primasel termasuk CAC. Konsekuensi-nya, jika pemerintah (kominfo) ingin mengaudit operator pada frekuensi 3G harus dilakukan pada semua operator secara adil dan transparan, termasuk di dalamnya, Telkom, Telkomsel, Indosat, CyberAccess, NTS, XL, Primasel dan WIN. Tapi ini dapat berakibat buruk pada industri telekomunikasi. Atau pemerintah cukup mengaudit CAC yang bermasalah; milik Charoen Phokpand konglomerat Thailand bidang agribisnis & di Indonesia besar karena dagang makanan / pakan ayam. Pemerintah dapat mempertanyakan mengapa sebuah perusahaan asing yang tidak mempunyai banyak track record sebagai operator telekomunikasi dapat memperoleh lisensi 3G. Mungkin tidak terlalu mengherankan ini terjadi, karena pada saat tender memang para operator seluler Indonesia di larang turut tender lisensi 3G. Perlu di audit pula, mekanisme modern licensing yang diberlakukan oleh DITJEN POSTEL penyebab kekisruhan 3G sehingga sebuah operator selular seperti CAC yang belum beroperasi tapi dapat memperoleh ijin penyelenggaraan. Hal ini berakibat CAC memiliki ijin penyelenggaraan padahal praktis tidak terdengar operasinya. Konsekuensinya, memudahkan untuk menjual abab ke investor lain. Semoga Allah bersama anda (Menkominfo). Amin.