Kilas Balik Perjoeangan Infrastruktur Telekomunikasi Rakyat Onno W. Purbo Rakyat Indonesia biasa saja Tanpa terasa, lebih dari sepuluh tahun perjoeangan menuju sebuah cita-cita sederhana untuk melihat bangsa Indonesia yang mampu bertumpu pada kekuatan otaknya; bukan ototnya. Percepatan transformasi bertumpu kemampuan membangun dan mengoperasikan media telekomunikasi dan informasi. Sialnya, semua proses harus dilakukan tanpa tergantung pemerintah yang korup dan KKN, tanpa utangan Bank Dunia & IMF. Tentunya tanpa bantuan partai politik manapun. Tantangan menjadi menarik karena rakyat Indonesia tak kaya dan kebanyakan tak pandai. Perjoeangan terasa lambat tanpa bantuan pemerintah, tanpa Bank Dunia & IMF di sambi tindakan represif aparat, dipalak, disita dan di kengkang regulator. Alhamdullillah, bertumpu swadaya rakyat mampu mengkaitkan 4+ juta orang ke Internet, membangun 2000+ WARNET, menginstalasi 5000+ node Internet wireless dan mengkaitkan 1500+ sekolah ke Internet. Belum terhitung keberadaan ribuan radio komunitas. Suasana gotong royong dapat di monitor di berbagai mailing list Internet, seperti, dikmenjur@yahoogroups.com, indowli@yahoogroups.com, genetika@yahoogroups.com, asosiasi-warnet@yahoogroups.com, dll. Berapa beban biaya yang ditanggung? Pada tingkat paling rendah beban biaya sekitar Rp. 5000/siswa/bulan di sekolah atau Rp. 150-300.000 /rumah/bulan di RT/RW-net untuk akses Internet 24 jam. Hampir semua dapat dilakukan tanpa Telkom sama sekali. Bahkan berkembangnya infrastruktur VoIP Merdeka (http://voipmerdeka.net), kita dapat menelepon gratis via Internet. Semua tak lepas dari pengorbanan para pejoeang. Sebagian harus merelakan alatnya di sita paksa, sebagian harus menyogok aparat, paling sial masuk bui, yang untung di interogasi reserse ekonomi beberapa hari. Perjoeangan masih panjang, sampai akhir hayat para pejoeang ini tak pernah melihat tercapainya cita-cita. Paling tidak para pejoeang berusaha menanamkan fondasi untuk meraih kemerdekaan yang sesungguhnya. Ironisnya, pemerintah banyak mengklaim kesuksesan ini di dunia Internasional. Melakukan manuver perjoeangan dalam kondisi terjepit oleh kekuasaan, dengan dana dan kepandaian sangat terbatas adalah seni sendiri. Serangan terbuka tak mungkin dilakukan, teknik perang gerilya tidak linier di adopsi. Proses mobilisasi kekuatan bertumpu pemandaian bangsa di bidang teknologi informasi. Buku dan majalah teknologi informasi sangat langka di awal perjoeangan infrastruktur telekomunikasi dan informasi rakyat, di tahun 1992-1993. Mengajak para mahasiswa menjadi penulis lepas sangat effektif dalam menghasilkan ilmu yang dibutuhkan untuk mendidik rakyat tentang teknologi informasi secara swadana. Menjadi kepuasan tersendiri melihat konsep diterima oleh rakyat, bahkan rakyat dapat membangun sendiri tanpa bantuan pemerintah. Di tahun 1996, beberapa WARNET pertama di Indonesia bermunculan dan menjadi alternatif solusi akses internet murah bagi bangsa. Setoran ratusan ribu hingga juta per tahun dari penguasa WARNET menjadi hal yang lumrah oleh PERDA yang dibuat-buat, bahkan melanggar UU36/1999 telekomunikasi. Belum lagi kewajiban menutup WARNET di bulan puasa karena di anggap hiburan. Perkembangan teknologi memungkinkan WARNET berkembang menjadi RT/RW-net, ternyata di kejar regulator & di anggap ISP. Banyak pengorbanan dan perjoeangan para pengusaha WARNET & dapat dimonitor di pangkalannya asosiasi-warnet@yahoogroups.com, yang di motori pejoeang seperti Judith MS, Didin, Basuki, Adi Nugroho, Irwin Day, dll. Sulitnya memperoleh sambungan Telkom yang baik, membuat para pejoeang Internet berkreasi mengembangkan Internet wireless. Korban berjatuhan, banyak internet wireless di sita aparat, sebagian dilakukan tanpa prosedur hukum & penyidikan wajar. Internet wireless bekerja di frekuensi 2.4 GHz & 5 GHz sangat populer karena pemerintah negara maju, seperti, Amerika, Jepang, dan Eropa membebaskan ijin frekuensi untuk Internet. Tak heran peralatan internet wireless menjadi sangat murah dan mudah di peroleh. Sudah 5000+ instalasi Internet wireless terpasang di Indonesia. Perjoeangan Internet wireless terasa tahun 1999, regulator meminta pengguna membayar biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi 20+ juta/tahun. Hari ini, para pejoeang ekstrim meminta pembebas Internet wireless 2.4 & 5GHz dari segala bentuk ijin dan type approval alat pembatasan hanya pada daya pancar dan koordinasi frekuensi oleh komunitas. Konsekuensi bagi bangsa & pemerintah akan melihat lonjakan user Internet wireless dari satu juta ke 17.8 juta; pemasukan pajak dll mendekati 200 milyard/tahun; lonjakan kebutuhan komputer 2 juta unit; lonjakan peralatan Internet wireless 130.000 unit; dan justifikasi industri manufaktur Internet wireless US$4.5 juta. Para pejoeang internet wireless, seperti Yohannes Sumaryo, Didin, Andi Budimansyah, Michael Sunggiardi, Louis, Adi Nugroho dll, biasanya berpangkalan di indowli@yahoogroups.com. Di awal 2003, sebagai tindak perlawanan lambungan pulsa Telkom, para pejoeang mulai mengembangkan VoIP Merdeka tanpa di sambung ke Telkom dan gratis, di motori banyak rekan seperti Judhi Prasetyo, Muhammad Ichsan, Harijanto Pribadi, Heru Nugroho dll. Saat ini beroperasi 200+ sentral telepon VoIP dengan kode area 088 atau 6288. Teknologi VoIP Merdeka banyak mengkaitkan kantor-kantor di daerah ke kantor pusatnya maupun ke RT/RW-net yang beroperasi 24 jam. Beberapa aktifis mengoperasikan sentral telepon di Canada, Singapore, Sudan, Jepang, Jerman, dan Inggris dan menjadi bagian dari VoIP Merdeka. Jangan heran jika sebagian pulsa telepon antar PABX kantor cabang di Indonesia banyak di lewatkan VoIP Merdeka. Regulator maupun Telkom tidak berkutik, karena tidak tersambung ke Telkom dan gratisan. Gilanya, ilmu-nya dapat di ambil gartis di http://voipmerdeka.net, http://gk.vision.net.id, dan http://sandbox.bellanet.org/~onno/the-guide/voip/. Dukungan komunitas sangat besar di voipmerdeka@yahoogroups.com dan gk-admin@yahoogroups.com. Internet & komputer bermanfaat bagi mereka yang dapat membaca, dan sedikit Inggris. Dengan tingkat pendidikan seadanya, terutama generasi tua di daerah, media suara dan gambar lebih disukai. Media radio effektif menembus lapisan terbawah. Pola radio siaran swasta niaga di dominasi golongan menengah atas cenderung menghegemoni informasi di tingkat bawah, menjadi distorsi komunikasi & tidak memberdayakan lapisan bawah untuk menjadi produsen pengetahuannya sendiri. Dukungan perkembangan ribuan radio komunitas di lapisan bawah menjadi sangat penting. Imam Prakoso (Imenk), Agusetiawan Syahputra, Akhmad Nasir, Taufan Endra Arthawan, Denny P. Sambodo, Basuki Suhardiman, dan Ibu Ida Hidayat, adalah segelintir dari ribuan yang terlibat di gerakan radio komunitas Indonesia. Perjoeangan radio komunitas berlangsung bertahun-tahun, kisah penggrebekan, menyitaan aparat merupakan hal biasa bagi para pejoeang radio komunitas. Memang, pemerintah akhirnya mengeluarkan UU 32/2002. Kenyataannya, pernahkan anda membayangkan ribuan radio berebut tiga (3) channel di band FM, sedang sisa channel bagi pembeli frekuensi pada pemerintah. Alhamdullillah, pengakuan internasional berdatangan dengan sendirinya. Banyak lembaga internasional terbuka matanya, melihat pola yang dilakukan oleh para pejoeang. Pola gerakan mandiri, tidak mengadopsi pola proyek dan utangan Bank Dunia menjadi contoh nyata dunia. Pada bulan Juli 2003, pusat penelitian CERN di Swiss menayangkan tulisan saya berjudul "Internet for the Masses" di CERN Courier (http://cerncourier.com/main/article/43/6/20/1) sebuah kritik tajam bagi banyak pemerintah di dunia. Atas dukungan International Development Research Center (IDRC) di Canada, saya menulis dua (2) buah buku, tentang internet wireless dan VoIP Merdeka. Insya Allah, akan di terbitkan bekerja sama dengan Universitas Oregon atau penerbit O'Reilly di Amerika Serikat dan IDRC untuk menyebarkan ilmu yang diperoleh di Indonesia kepada dunia. Sebetulnya, ilmu tersebut dapat di ambil secara gratis melalui Web di http://sandbox.bellanet.org/~onno; tanpa copyright (HAKI). Tanggal 9-12 Desember 2003 merupakan salah satu puncak dari gerakan internasional di bidang teknologi informasi, karena ribuan pemimpin dunia akan berkumpul di World Summit on Information Society (WSIS) di Geneva, Swiss. Rekan-rekan dari Jepang, Swiss dan Canada meminta saya menjadi panelis dalam diskusi mereka & memberi workshop di kesempatan dunia tersebut. Semua penghargaan tingkat dunia tidak mungkin dapat di raih tanpa perjoeangan panjang bertahun-tahun, tanpa lelah, tanpa pamrih, sialnya tanpa dukungan berarti pemerintah, tanpa utangan Bank Dunia & IMF dilakukan oleh banyak pejoeang di Indonesia yang memimpikan kemerdekan mereka dari belenggu penindasan regulator maupun aparat yang korup dan sewenang-wenang. Ucapan terima kasih setinggi-tingginya harus di berikan pada pengorbanan ribuan pejoeang teknologi informasi di Indonesia yang memungkinkan hal ini terjadi.