Bom Waktu Manual Berbahasa Indonesia Meledak Onno W. Purbo Sore hari, Senin 25 April 2005, sebuah teriakan di mailing list apkomindo@yahoogroups.com berhasil mengagetkan banyak insan teknologi informasi di Indonesia dan menjadi diskusi panjang di beberapa mailing list utama ICT di Internet Indonesia. Senin itu, tanpa ada surat pemberitahuan sebelumnya, sekitar delapan orang anggota Polisi Resor Kota Makassar Timur mensweeping beberapa toko komputer dan Computer City (MCC) Makassar. Dari informasi lapangan, kemungkinan mencapai 20-an toko komputer disweeping Polisi Makassar. Polisi langsung melakukan penyitaan barang bukti perkara "menjual barang elektronik tanpa buku manual Bahasa Indonesia". Akibatnya beberapa hari selanjutnya beberapa toko komputer menutup toko-nya. Barang bukti berupa monitor LCD, monitor CRT dan optical drive DVD maupun CDROM di ambil oleh aparat sebagai barang bukti. Dari cerita yang ada, di beberapa toko, aparat sempat menyita notebook, LCD projector dan handycam. Masih hangat ingatan kita dari shock terapi aparat Polisi Cilacap mensweeping WARNET di Cilacap untuk isu pembajakan software. Sekarang di tambah lagi sweeping aparat ke toko-toko komputer. Entah aral apalagi yang akan menghadang rakyat kecil Indonesia yang ingin maju menggunakan teknologi informasi. Pertanyaannya, apa pasal aparat melakukan sweeping? Tampaknya asal muasal masalahnya adalah UU No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen pasal 8j yang mengharuskan pengusaha untuk mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Padahal, secara resmi, Ir. Nana Osay, Sekjen Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia (APKOMINDO) tertanggal 23 juni 2004 menulis surat resmi kepada Ibu Rini MS Soewandi, Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI, dan meminta untuk penundaan waktu pelaksanaan penggunaan buku manual dan kartu garansi sampai Asosiasi siap melaksanakannya. Dengan alasan, antara lain adalah (1) perlu waktu sosialisasi peraturan perundang-undangan ke DPD APKOMINDO; (2) perlu waktu sosialisasi peraturan perundang-undangan dari DPD ke anggota maupun para pengusaha di daerah; (3) belum ada kesiapan teknis maupun SDM; (4) cepatnya kemajuan teknologi informasi menyebabkan cepatnya perubahan pada sistem dan teknologi; (5) hasil rakernas APKOMINDO February 2004 yang merujuk untuk penundaan; dan (6) hasil rapat sertifikasi kompetensi APKOMINDO yang dihadiri oleh wakil DEPNAKER, DEPPERINDAG dan DIKNAS sepakat untuk memohon penundaan pelaksanaan penggunaan buku manual dan kartu garansi. Tampaknya pemerintah tidak peduli surat resmi APKOMINDO, pemerintah tidak metanggapi dan tetap melaksanakan KEPMEN No. 547/MPP/Kep/7/2002 yang di tanda tangani Rini MS Suwandi, Menteri INDAG waktu itu, tanggal 24 Juli 2002. KEPMEN No. 547/MPP/Kep/7/2002 merupakan petunjuk / pedoman pendaftaran manual dan kartu jaminan / garansi dalam bahasa Indonesia bagi produk teknologi informasi dan elektronika. Alasan resmi-nya klasik, KEPMEN 547/2002 untuk menciptakan perlindungan konsumen dan persaingan usaha industri yang semakin sehat di dalam negeri. Memang tidak semua peralatan teknologi informasi atau elektronika di haruskan ada manual berbahasa Indonesia-nya, yang berkaitan dengan komputer, yang di wajibkan hanya printer, monitor komputer dan VCD / DVD / VCR Player saja. Sialnya CD & DVD driver pun di sweeping aparat, padahal yang diwajibkan hanya VCD / DVD Player. Entah karena bodoh atau karena tidak tahu malu. Pengambilan notebook, LCD Projector & handycam sebagai barangbukti menjadi melampaui batas, karena secara explisit tidak diharuskan oleh KEPMEN. Konsekuensi sweeping, jelas meresahkan reseller yang akan menjadikan reseller menjadi takut membuka toko, dan takut mengambil barang dari distributor. Artinya dunia usaha akan semakin sepi lagi? Lha, terus ekonomi Indonesia apakah mau semakin jatuh lagi? Kira-kira pemerintah maupun pihak kepolisian apakah sempat berfikir sejauh itu? Syukur-syukur alat yang disita menjadi barang bukti tidak uangkan. Naga-naganya DEPPERINDAG mengeluarkan peraturan tersebut karena permintaan para produsen elektronik, radio, televisi dan handphone supaya tidak terjadi parallel import (penyelundupan). Tidak heran barang produksi Indonesia menjadi mahal, karena ada pajak barang mewah, KKN, pungli di tambah ruwet lagi dengan peraturan menteri yang mengharuskan memakai buku manual dan garansi berbahasa Indonesia. Tampaknya KEPMEN 547/2002 sangat tidak layak untuk di terapkan di bidang komputer (ICT). Mengapa harus berbahasa indonesia baru hak perlindungan konsumen dipenuhi? Padahal untuk menjalankan komputer, hampir seluruh perintah di dominasi perintah bahasa Inggris, dan sebagian besar pembeli/pemakai komputer pastilah mengerti bahasa inggris sedikit-sedikit. Bagaimana dengan produk-produk monitor maupun printer 'high end' yang pangsa pasarnya cuma hitungan jari saja? Apakah perlu mencetak manual bahasa Indonesia dan didaftarkan ke Deperindag baru bisa dijual ke pasaran? Kalau demikian adanya berarti sangat 'high cost' dan kita tidak bisa maju dengan cepat. Dan tentunya kita tidak mungkin lagi menjual barang-barang khusus monitor maupun printer yang belum ada distributornya di Indonesia, walaupun barang tersebut di import secara resmi dan segala kewajiban perpajakannya telah dilunasi, karena tetap akan terbentur pada peraturan kepmen ini. Kalau takut paralel import, seharusnya dicegah pada saat masuk ke Indonesia. Jangan membuat peraturan KEPMEN 547/2002 yang menjadikan reseller-reseller menjadi 'sapi perahan' oknum aparat. Barang di sita seenaknya, padahal reseller bukan pabrikan, importir maupun distributor. Buat KEPMEN yang memeriksa hulu bahkan mungkin aparat itu sendiri. Padahal, pabrikan lokal yang sudah Go International pun tidak menyertakan manual Bahasa Indonesia, contohnya, LCD Monitor GTC. GTC hanya menyertakan user manual bahasa Inggris, kartu garansi berbahasa Indonesia yang telah dilengkapi nomor pendaftaran kartu garansi pada dirjen ILMEA. Barang demikian harusnya akan disita dan dianggap menyalahi aturan karena tidak dilengkapi dengan buku petunjuk Bahasa Indonesia. Saran untuk menyelesaikan masalah ?manual berbahasa Indonesia?, adalah, (1) Kepala Resor Kota Makassar Timur harus meminta maaf kepada masyarakat khususnya pengusaha komputer karena telah membuat aksi meresahkan; (2) barangbukti yang salah CD, DVD drive dll harus dikembalikan secara utuh; (3) Revisi KEPMEN 547/MPP/Kep/7/2002 dan sosialisasikan bahwa CD & DVD drive tidak perlu manual bahasa Indonesia, dan (4) Sebetulnya di banyak departemen / DIRJEN, banyak peraturan, UU, PP, KEPMEN yang tidak layak bagi dunia komputer (ICT), contoh, Standard Nasional Indonesia (SNI), UU 36/1999 telekomunikasi, dan berbagai KEPMEN POSTEL. Sebaiknya semua peraturan yang tidak berguna di hapus saja, yang salah diperbaiki, yang baik dan berguna (walaupun hanya sedikit) didaya gunakan dan dihormati, sehingga bangsa Indonesia dapat semakin maju.